- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
“Avoidant Personality Disorder”
Gangguan kepribadian ini diberi kode pada aksis II dalam DSM Beberapa
diantaranya dapat menyebabkan distress emosional. Pola tersebut muncul pada
setiap situasi serta menggangu fungsi kehidupannya sehari-hari. Salah
satu dari gangguan
kepribadian yang digolongkan dalam DSM-IV-TR yaitu gangguan
kepribadian avoidant. Individu dalam kelompok gangguan
kepribadian ini menampilkan
perilaku cemas dan ketakutan. Serta merasa kesulitan secara
pribadi dan sosial.
Avoidant Personality Disorder merupakan gangguan kepribadian dimana penderitanya
menghindari kontak interpersonal dengan orang lain karena merasa takut dinilai
negatif, takut ditolak, takut dianggap pembicaraannya tidak berguna jika
mengeluarkan suara atau pendapat sehingga mereka menarik diri dari interaksi sosial.
Mereka juga mempercayai bahwa diri mereka lebih rendah / inferior dibanding
dengan orang lain. Orang dengan gangguan kepribadian avoidant begitu takut pada
penolakan dan kritik. Mereka umumnya tidak mau untuk memasuki hubungan tanpa
jaminan penerimaan dari orang lain.
Gangguan kepribadian avoidant terjadi
pada pria dan wanita. Orang dengan kepribadian avoidant sering
menjaga untuk diri mereka sendiri karena takut ditolak. (APA, 1994). Manusia merupakan organisme yang tentu saja tidak bisa
lepas dari lingkungan. Dari lingkungan, individu dapat memenuhi berbagai
kebutuhannya. Dan dari lingkungan pula individu dapat mengalami kecemasan
(anxiety). Termasuk kecemasan dengan kepribadian menghindar.
Gangguan kepribadian avoidant ini memiliki minat, dan perasaan kehangatan terhadap orang
lain. Namun, takut ditolak sehingga mencegah mereka dari berjuang untuk
memenuhi kebutuhan mereka yaitu kasih sayang dan penerimaan. Pada
teori kognitif menurut
Beck & Freeman menunjukkan bahwa orang dengan gangguan
kepribadian avoidant mengembangkan keyakinan disfungsional
tentang keberhargaan diri sebagai akibat dari penolakan oleh orang lain yang
penting pada awal kehidupan.(Nevid, 2000).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Avoidant
Personality Disorder merupakan salah satu gangguan kepribadian
dikarenakan takut dikritik atau cemas dengan penilaian orang lain tentang
dirinya.
A. Aspek – Aspek “Avoidant Personality Disorder”
Aspek kognitif dan perilaku (behavioral) dapat menjadi
sumber kecemasan. (Hardjana, 2003). Pengetahuan konteks
berbicara adalah pemahaman tentang situasi dan kondisi pada waktu berbicara di
muka umum dan Self Monitoring adalah pengetahuan dalam menjaga
dan memelihara penampilan selama berbicara di muka umum.
Aspek
behavioral yang merupakan permasalahan subjek yaitu manajemen interaksi (interaction
management) adalah kemampuan perilaku untuk mengatur interaksi antara
pembicara dengan pendengar maupun di antara para pendengar, keluwesan perilaku
(behavioral flexibility) merupakan kemampuan perilaku untuk menyesuaikan
tindakan sesuai dengan dinamika dan mendengarkan (listening) adalah
kemampuan dalam mendengarkan respon dari pendengar yang bersifat bahasa verbal
maupun non verbal.
Menurut diagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 gejala dari beberapa
gejala dalam PPDGJ III di bawah ini :
1.
Perasaan
tegang dan takut yang menetap dan pervasif.
2.
Merasa
dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain.
3.
Preokupasi
yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi sosial.
4.
Keengganan
untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai.
5.
Pembatasan
dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik.
6.
Menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal
karena dikritik, tidak didukung atau ditolak.
B. Faktor yang mempengaruhi “Avoidant
Personality Disorder”
1.
Faktor Biologis adalah substansi kimia dalam tubuh yang disebut
“5-hydroxytryptamine”. Substansi ini bertugas menyampaikan ke sel-sel
otak. Kandungan 5-hydroxytryptamine yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
menyebabkan munculnya rasa takut.
2.
Faktor Keturunan :
beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepribadian avoidant memiliki
bawaan pada bayi yaitu "terhambat" temperamen dan rasa malu yang
menghambat dalam situasi baru dan ambigu. Selain itu, sekarang ada bukti bahwa
rasa takut negatif dievaluasi adalah yang menonjol dalam gangguan
kepribadian avoidant. (Stein, Jang, & Livesley, 2002).
C. Dampak “Avoidant Personality Disorder”
Individu dengan
gangguan kepribadian menghindar (avoidant) menunjukkan hambatan sosial
yang ekstrim dan introversi, yang mengarah pada pola hubungan sosial yang
terbatas seumur hidup dan keengganan untuk masuk ke dalam interaksi sosial.
Karena mereka juga hipersensitivitas dan mereka takut terhadap kritik dan
penolakan. Mereka tidak mencari orang lain, namun mereka menginginkan kasih
sayang dan sering merasa kesepian dan juga merasa
bosan serta ketidakmampuan mereka untuk berhubungan nyaman
kepada orang lain menyebabkan kecemasan yang akut, disertai dengan perasaan
rendah diri dan kesadaran diri yang berlebihan yang pada akhirnya terkait
dengan depresi (Sanislow, 2012).
Contoh Hasil
Analisis Penegakan diagnosis :
ANALISIS MULTIAKSIAL
1.
AKSIS
I : Gangguan
Klinis
F41.1 Gangguan cemas menyeluruh
No |
Kriteria Gejala
(PPDGJ III) |
Gejala dan
Sumber Data (Subjek) |
Terpenuhi |
|
Ya |
Tidak |
|||
1 |
Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, sulit
konsentrasi dll.) |
Merasa cemas, khawatir, khawatir
akan nasib buruk, cemas dengan penilaian orang lain, takut melakukan
kesalahan. Sumber data diperoleh dari Tes Grafis (BAUM, DAP dan HTP),
observasi dan wawancara dengan subjek serta wawancara dengan alloanamnesa. |
V |
|
2 |
Ketegangan motorik (gelisah, sakit
kepala, gemetaran, tidak dapat santai) |
Sering gemetaran, keringat dingin,
tengkuk bagian kepala merasa panas, ujung – ujung jari sering berkaitan satu
sama lain, gelisah. Sumber data diperoleh dari (Wawancara dengan subjek) |
V |
|
3 |
Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat,
jantung berdebar – debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, dsb) |
Berkeringat, napas terasa berat,
mulut kering, sakit kepala (wawancara dan observasi) |
V |
|
2.
AKSIS II: Gangguan Kepribadian
60.6 (memiliki pola kecenderungan kepribadian cemas/ menghindar)
No |
Kriteria Gejala (PPDGJ III) |
Gejala dan Sumber Data (Subjek) |
Terpenuhi |
|
Ya |
Tidak |
|||
1 |
Perasaan tegang dan takut yang
menetap dan pervasif |
Merasa
khawatir, tegang dan cemas. Sumber data diperoleh dari Tes Grafis (BAUM, DAP
dan HTP), observasi serta wawancara dengan subjek dan alloanamnesa. |
V |
|
2 |
Merasa dirinya tak mampu, tidak
menarik atau lebih rendah dari orang lain |
Merasa
penampilan dan kemampuannya tidak lebih baik dari orang lain, persiapan yang
dilakukan belum matang menurut subjek daripada persiapan yang telah dilakukan
orang lain. Sumber data diperoleh dari (wawancara) |
V |
|
3 |
Preokupasi yang berlebihan terhadap
kritik dan penolakan dalam situasi sosial |
Merasa
aneh apabila subjek melakukan sesuatu hal, merasa bersalah apabila telah
melakukan atau mengatakan sesuatu hal sehingga memilih diam (wawancara subjek
dan alloanamnesa) |
V |
|
4 |
Keengganan
untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai |
Subjek
melakukan suatu hubungan interpersonal apabila merasa yakin akan diterima
(Wawancara alloanamnesa, observasi) |
V |
|
5 |
Pembatasan
dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik |
Tidak
ada |
|
V |
6 |
Menghindari
aktivitas sosial atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak
interpersonal karena takut dikritik, tidak didukung atau ditolak |
Subjek
memilih diam dan tidak mengikuti aktivitas yang membuatnya merasa tidak
nyaman dan membuat orang lain bergosip, menilai diri subjek atau
mengkritik subjek. Sumber data diperoleh dari wawancara dengan subjek
dan alloanamnesa) |
V |
|
3. AKSIS
III : Kondisi medik umum
Tidak
ada (none)
4. AKSIS
IV : Masalah “ Primary Support Grup atau Keluarga “
Masalah support keluarga seperti semenjak Ayah subjek meninggal ketika
subjek masih kanak – kanak sehingga subjek kehilangan sosok yang
menjadi pelindung dan motivasi bagi subjek serta Ibu subjek menjadi tulang
punngung keluarga selama ini sehingga subjek merasa bersalah apabila subjek merasa melakukan suatu
kesalahan. Selain itu, subjek merasa bahwa subjek merasa segan karena Ibu
adalah sosok yang harus dihormati dan ibu juga berprilaku sebagai Ibu tanpa menunjukkan
bahwa Ibu subjek bisa menjadi sahabat atau teman bagi subjek. Oleh karena itu,
subjek cenderung memiliki masalah pada support keluarga.
5. AKSIS
II : Skala Penilaian Fungsi Secara Global
GAF : 70 (beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).
D. Intervensi Yang Dipilih Untuk “Avoidant Personality Disorder”
1.Terapi Kognitif : “Pengenalan diri terhadap peningkatan
penerimaan diri dan harga diri”
Pengenalan
diri merupakan salah satucara untuk membantu individu memperoleh self-knowledge dan self-insight yang
sangat berguna bagi proses penyesuaian diri yang baik dan merupakan salah satu
kriteria mental yang sehat. Pengembangan kesadaran diri dan penerimaan diri
individu merupakan objek utama terapi Gestalt yang mengarah pada aktualisasi
diri. Objek utama terapi Rogerian adalah memecahkan keadaan yang tidak harmoni
(inconcruence) dengan membantu klien untuk dapat menerima dan menjadi
diri sendiri (Carson dan Butcher,1992).
Alasan
kenapa menggunakan Terapi Kognitif adalah : karena cara berpikir subjek mengenai penilaian orang lain terhadap
dirinya. Oleh Muryantinah Mulyo Handayani,
Sofia Ratnawati, Avin Fadilla Helmi dari Universitas Gadjah Mada
pada jurnal yang berjudul “Efektifitas
Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri” sebagai pedoman untuk membuat rancangan intervensi
terhadap subjek. Berkaitan dengan permasalahan subjek
dari gejala perasaan tegang dan
takut yang menetap karena takut dengan penilaian orang
lain berkaitan dengan diri subjek dan perasaan subjek bahwa subjek merasa tidak
mampu dan lebih rendah
dari orang lain.
2. Terapi Pemaafan
(Gestalt)
Tujuan
dasar terapi Gestalt adalah untuk memperoleh kesadaran. Kesadaran itu meliputi
pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan tentang pribadi seseorang,menerima
seseorang, dan mampu menjalin hubungan. Meningkatkan dan memperkaya kesadaran
dipandang sebagai langkah kuratif. Tanpa penyadaran klien tidak akan memiliki
alat untuk merubah kepribadian.
Lewis
B. Smedes (1984) dalam bukunya Forgive and Forget: Healing The HurtsWe
Don‘t Deserve membagi empat tahap pemberian maaf. Pertama adalah membalut
sakit hati, kedua yaitu meredakan kebencian, ketiga adalah upaya
penyembuhan diri sendiri dan Keempat yaitu berjalan bersama.
3.
Terapi keterampilan sosial
Pelatihan
ketrampilan sosial merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku yang mulai
banyak digunakan, terutama untuk membantu penderita kesulitan bergaul. Alasan memilih terapi ini sejalan
dengan pelatihan yang disusun oleh Neila Ramdhani. Pelatihan yang disusun oleh Neila Ramadhani bejudul “Pelatihan
Ketrampilan Sosial Untuk Terapi Kesulitan Bergaul”.
4.
Konseling Keluarga
Alasan memilih
terapi ini di sejalan dengan jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta
yang berjudul “Pengaruh Konseling Keluarga Terhadap Perbaikan Peran Keluarga
Dalam Pengelolaan Anggota Keluarga Dengan Dm Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap I
Kulon Progo 2007” karya Arita Murwani dan Afifin Sholehah.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. (1994). Diagnostic
and statistical manual of mental disorders (4th ed.). Washington, DC:
Author.
Carson. K.C.. Butcher. J.N. 1992. Abnormal Psychology and
Modern Life. New York: Harper Collins Publisher, Inc
Davison,
G.C. dkk. (2006).
Psikologi Abnormal (Edisi ke-9). Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
Handayani, M.M, dkk. (1998). Efektifitas Pelatihan Pengenalan
Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri Dan Harga Diri. Jurnal Psikologi
Universitas Gadjah Mada,2, 47 -55
Hardjana, Agus M.
(2003). Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta :
Penerbit Kanisius
Koeswara, E.
(1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung : PT Eresco.
Marmat, G.G. (1984). Handbook of Psychology
Assesment. Melboure : Van Nostrand
Nevid, J.S;
Rathus, S.A; Greene, B.A. (2000) . Abnormal Psychology In A Changing
World (4th edition). New Jersey : Prentice Hall.
Nevid, J., Rahtus
S & Beverly G. (2003). Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wiramihardja,
Sutardjo A. (2007). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sanislow, C. A., Bartolini, E. E., & Zoloth, E. C.
(2012). Avoidant Personality Disorder. (V. Ramachandran, Ed.) 257-266.
Smedes, Lewis B. (1984). Forgive and Forget: Healing The
Hurts We Don't Deserve. San Francisco: Harpersan
Stein. M. B, Jang. K. L, Taylor. S, Vernon. P. A, Livesley.
W. J. 2002. Genetic and Environmental Influences on Trauma Exposure and
Posttraumatic Stress Disorder Symptoms: A Twin Study. American Journal
Psychiatry 2002; 159:1675–1681.
Komentar
Posting Komentar