- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KREATIVITAS
MENURUT PERSPEKTIF CARL ROGERS
PENDAHULUAN
Manusia memiliki kemampuan untuk merasakan
pengalaman dalam hidup dengan mengekspresikannya dan menekan pikiran pikiran
yang tidak sesuai dengan yang diinginkan menjadi ke arah yang sesuai bagi
manusia tersebut secara psikologis maupun tingkah lakunya. Manusia dapat maju
dan berkembang menuju aktulisasi dirinya apabila selaras dengan penyesuaian
psikologisnya. Manusia pada dasarnya memiliki potensi untuk memenuhi
kebutuhannya dengan memahami diri sendiri dan berkembang, mengatasi persoalan –
persoalan untuk menyelesaikannya tanpa diberikan intervensi langsung dari
terapis atau konselor.[1]
Manusia yang mampu memenuhi kebutuhannya akan
berfungsi secara sempurna. Keberfungsiannya ini manusia atau individu akan
lebih terbuka untuk mengekspresikan bahkan mengungkapkan pengalamannya, percaya
pada dirinya sendiri, bertindak secara mandiri dan mampu mengaktualisasikan
dirinya dengan wujud kreativitas diri.[2]
Kreativitas sebagai wujud yang mampu
menjelaskan dan menginterprestasikan konsep abstrak sehingga memungkinkan individu
mengembangkan untuk mencapai kualitas – kualitas tertentu dari individu.
Kreativitas memiliki peranan yang penting dalam mewujudkan bahkan melejitkan
potensi individu dikarenakan individu secara bebas mengeksplorasi untuk
berkreativitas.[3]
Carl Rogers merupakan tokoh psikologi
humanistik yang dikaji perspektifnya mengenai kreativitas diri. Carl Rogers
lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois. Carl Rogers masuk
perguruan tinggi program studi psikologi klinis di Columbia University dan
menerima gelar Ph.D pada tahun 1931. Carl Rogers banyak belajar tentang teknik
terapi yang akhirnya berkembang menjadi perspektifnya. Carl Rogers pernah
menulis buku yang pertama kalinya bertemakan konseling dan psikoterapi. Carl
Rogers juga mendirikan pusat konseling di University of Chicago yang kemudian
karyanya tersebut menjadi terkenal yaitu Client-Centered Therapy. Client-Centered
Therapy Carl Rogers menganggap manusia pada hakikatnya adalah baik dan
berpandangan bahwa kesehatan mental sebagai sebuah proses untuk hidup dan
mengembangkan diri.[4]
Carl Rogers menekankan pendekatan secara
klinis terhadap klien – klien psikologisnya untuk membantu mewujudkan
kreativitasnya. Menurut Rogers manusia memiliki motif dasar dalam kehidupannya
yaitu memiliki kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri mewujudkan segala
potensi yang dimiliki. Memenuhi segala potensi yang ada menurut Rogers
merupakan usaha untuk mencapai manusia seutuhnya. Peran besar perspektif Carl
Rogers terhadap psikologi adalah mengembalikan sasaran utama psikologi yaitu
manusia sebagai pribadi yang utuh bukan hanya karena pengondisian dan
dikarenakan alam bawah sadar. Rogers berpendapat bahwa potensi yang dimiliki
oleh manusia sangat unik dikarenakan manusia memiliki ciri khas yang berbeda
beda sesuai dengan kepribadiannya. Oleh karena itu, Carl Rogers mengungkapkan
bahwa pada dasarnya manusia baik hati dan kreatif. Rogers berfokus
pada kebutuhan – kebutuhan manusia serta pengalaman
manusia. Pendekatan Carl Rogers memusatkan pada diri individu
sebagai pemandu untuk membantu mencapai potensi yang dimilikinya. Sehingga
pokok pembahasan dalam makalah ini berpandangan bahwa perspektif pemikiran Carl
Rogers sebagai tokoh humanistik psikologi memiliki peran penting untuk
mengetahui serta memahami potensi manusia sebagai usaha untuk
mengaktualisasikan diri dan mewujudkan serta mengembangkan kreativitas masing –
masing individu.[5]
TEORI
DAN KREATIVITAS MENURUT CARL ROGERS
Teori Carl Rogers berpusat pada
pembahasan Client-Centered Therapy. Client-Centered Therapy berupaya
untuk merefleksikan perasaan – perasaan individu. Teori Kepribadian. Carl
Rogers mengungkapkan bahwa terdapat tiga unsur yang berkaitan dengan
kepribadian individu. Ketiga unsur tersebut adalah self, medan
fenomenal dan organisme.
a. Yang
pertama yaitu self. Self merupakan persepsi
hubungan dirinya sendiri dengan orang lain dengan segala aspek
kehidupannya. Self meliputi Real self dan ideal
self. Real self adalah gambaran yang sebenarnya mengenai
diri secara nyata dan ideal self adalah harapan atau
kesempurnaan dirinya.
b. Yang
kedua yaitu medan fenomenal. Medan Fenomenal merupakan totalitas pengalaman
yang pernah dialami baik pengalaman yang disadari maupun yang tidak disadari.
Memahami pengalaman dengan empati menjadikan individu mampu memahami
medan fenomenal ini.
c. Yang
ketiga yaitu organisme. Organisme merupakan totalitas individu yang meliputi
pemikiran, perilaku dan dorongan dalam diri untuk mengembangkan diri.
Berdasarkan ketiga hal tersebut, menurut Carl
Rogers bahwa integrasi atau kesatuan dari ketiga unsur akan mengarahkan
individu untuk berperilaku, mengarahkan kepada tujuan untuk memenuhi kebutuhan
– kebutuhannya dalam mengaktualisasikan diri. Hal ini apabila terdapat
keselarasan dan individu tidak mengalami kesenjangan maka individu akan
bereaksi untuk mengaktualisasikan diri sebagai bentuk representasi dari daya
kreativitas diri. Keselarasan dalam mengembangkan kepribadian sebagai daya
untuk mengaktualisasikan kreativitasnya menurut perspektif Carl Rogers akan
membuat inidividu berkembang secara positif. Menurut Rogers, real self apabila
berinteraksi dengan medan fenomenal dan organisme sebagai totalitas diri
individu yang di lingkungan sosialnya memberikan respon positif terhadap
individu tersebut dapat menjadikan individu memiliki makna. Menurut Carl Rogers
makna yang diperoleh individu dari lingkungan yang berpengaruh terhadap
pengembangan dirinya seperti penghargaan, penerimaan, cinta orang lain (positive
regard) membuat individu belajar untuk dapat merasakan bahwa diri berharga,
individu dapat menerima diri dan mencintai diri sendiri. Memperoleh
penghargaan positif tanpa syarat (unconditional positive regard) yang
diberikan oleh orang lain terhadap individu mampu meningkatkan penghargaan diri
individu tersebut secara positif dikarenakan pada hakikatnya penghargaan
merupakan kebutuhan setiap individu.[6]
DINAMIKA DAYA
KREATIVITAS MENURUT CARL ROGERS
Menurut Carl Rogers, membentuk self sangat
berkaitan erat dengan pengalaman – pengalaman individu. Menurut Carl Rogers,
self terbentuk melalui dua proses. Dua proses tersebut adalah proses asimilasi
dan proses interoyeksi.
a. Yang
pertama yaitu proses asimilasi. Proses asimilasi dapat membentuk self dikarenakan
pengalaman secara langsung yang dialami oleh individu. Melalui proses
asimilasi, individu mampu menyusun konsep mengenai dirinya sendiri.
b. Yang
kedua yaitu proses introyeksi. Proses introyeksi yang membentuk self dikarenakan
adanya interaksi individu dengan orang lain atau lingkungan sekitar.
Pembentukan self melalui proses introyeksi ini berdasarkan
atas penilaian orang lain dan individu menyetujui nilai yang orang lain berikan
sehingga penilaian orang lain tersebutlah yang dapat membentuk self. [7]
Kedua
proses tersebut yang dapat menjadikan self, menurut Carl Rogers
apabila selaras dengan struktur self akan membuat individu
menjadi lebih menerima terhadap penyesuaian dirinya sehingga individu akan
mampu memahami diri sendiri maupun memahami oranglain bahkan menerima orang
lain. Penyesuaian individu atas pengalaman – pengalaman yang dirasakan oleh
individu sebagai proses tersebutlah yang berperan dalam mewujudkan daya
kreativitas diri sebagai individu. Sedangkan, pengalaman yang ditolak oleh
individu karena tidak memiliki keselarasan dengan struktur self maka
akan menjadikan individu mengalami permasalahan dalam mengembangkan daya
kreativitas diri seperti : cenderung menghindar atau mengasingkan diri
dikarenakan secara pengalaman tidak sesuai dengan struktur self sehingga
individu mengalami kecemasan mengenai dirinya. Kecemasan tersebut dapat
menjadikan individu terhambat dalam pengembangan dirinya. [8]
Carl
Rogers menekankan pada psikologis yang sehat. Menurut Carl Rogers bahwa
individu yang sehat adalah individu yang memiliki kemampuan bahkan kemauan
untuk dapat menyesuaikan diri secara psikologis. Apabila terjadi keselarasan
antara struktur self dengan pengalaman yang diterima maka individu tidak akan
menolak pengalaman yang dirasakannya sehingga individu mampu berkembang dan
berdaya untuk mengaktulisasikan diri. Menurut Carl Rogers bahwa tujuan individu
dalam mengembangakan diri sebagai wujud dari daya kreativitas diri adalah fully
functioning person. Fully functioning person merupakan
pribadi yang berfungsi secara utuh, pribadi yang diperoleh ini adalah hasil
dari proses dan bersifat “penerimaan diri”. Dengan menerima diri maka individu
akan mampu untuk lebih berkembang dan berdaya kreativitas sehingga mampu
menjadi pribadi yang sepenuhnya dikarenakan individu mendapatkan penghargaan
diri, terbuka dengan pengalamnnya, menjadikan pengalaman self-nya sebagai pusat
untuk mengevaluasi, berperilaku secara kreatif untuk beradaptasi pada peristiwa
– peristiwa yang baru dan individu akan mampu menjalani hidup dengan perasaan
bebas dan berkarakter lebih positif. [9]
ANALISIS
TEORI KREATIVITAS CARL ROGERS
Carl Rogers berpendapat bahwa berbagai
penilaian atau masukan – masukan yang mengarah pada struktur self
membuat individu berpikir tentang dunianya dan disesuaikan dengan pengalaman
yang telah sesuai dengan struktur selfnya. Masukan-masukan yang diperoleh oleh
individu mengarahkan individu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya.
Rogers menegaskan bahwa dalam pengembangan diri inividu akan berusaha keras
untuk mencapai aktualisasi diri (self actualisation), memelihara dirinya
setelah mencapai aktualisasi diri (self maintenance) dengan meningkatkan
kualitas dirinya (self inhancement).[10]
Carl Rogers menekankan bahwa segala sesuatu
sebagai wujud daya kreativitas diri dengan memaknai inisiatif sendiri,
melibatkan perasaan dan pikiran sesuai dengan kesesuaian individu memilih dan
merasa bebas menentukan pilihan. Individu mampu memilih arah daya
kreativitasnya tersebut dengan mengaktualisasikan dirinya, individu secara
mandiri mampu dan memiliki kepercayaan atas kemampuan yang dimiliki.[11]
Pandangannya tentang sifat manusia bahwa di
dalam diri seseorang terdapat kemampuan untuk mengaktualisasikan diri dan
apabila diberikan kebebasan untuk mampu memecahkan masalahnya sendiri, maka
seorang manusia tersebut tidak akan membutuhkan seorang ahli untuk memecahkan
permasalahan yang dialaminya. Pandangan ini menegaskan bahwa sebenanrnya
individu sebagai seorang manusia memiliki minat dan antusiasme. Carl Rogers
mengamati bahwa elemen lebih lanjut untuk memulai dan mengaktualisasikan adalah
dimulai dari diri sendiri, pengalaman eksperiensial yaitu pemahaman empatik.
Jenis pemahaman ini sangat berbeda dari pemahaman evaluatif. Pemahaman
evaluatif adalah individu yang difasilitatori oleh terapis selalu diberikan
pengajaran dan tanpa kebebasan untuk menemukan sesuatu hal yang sebenarnya
individu mampu memecahkan masalahnya sendiri. Rogers dalam ha ini sangat
memandang optimis dan memperhatikan bahwa motivasi bukanlah
bagaimana seorang individu diberikan suatu nasehat dan pengajaran melainkan individu
diarahkan pada inisiatif dari dalam diri yang potensi tersebut ada dalam diri
individu. [12]
Berdasarkan teori Carl Rogers di dunia klinis
bahwa wujud daya kreativitas diri berarah pada refleksi individu. Refleksi
individu dari pengalaman yaitu dengan penerimaan diri dan individu secara bebas
mengeksplorasi hal – hal yang ingin diungkapkan individu sesuai fakta atau
pengalaman yang dialami. [13]
Peran Carl Rogers dalam dunia klinis memiliki
kaitan erat antara individu sebagai klien apabila memiliki permasalahan
dengan self sehingga individu mengalami kesenjangan
antara ideal self dan real self sehingga Carl Rogers
menganggap bahwa terdapat peran terapis untuk membantu individu secara bebas
menemukan, menyadari serta menemukan makna atas kesenjangan tersebut.
Komunikasi antara terapis dengan individu sebagai klien menggunakan komunikasi
secara empatik dan berfokus pada client centered therapy.[14]
Oleh karena itu, Rogers berpendapat bahwa
individu dapat menyadari serta menemukan insight sebagai daya kreativitas diri
apabila individu mampu untuk terbuka pada orang lain sehingga individu yang
terbuka dengan dirinya mampu bertanggung jawab dengan pilihannya untuk bergerak
dan berkembang mewujudkan ide – ide kreativitasnya.[15]
KRITIK
TEORI PERSPEKTIF CARL ROGERS
Client-Centered Therapy dimulai
dari kepercayaan bahwa setiap individu memiliki atau mendasari bahwa secara
naluri individu memiliki potensi dan mampu bergerak menuju
prestasi. Beberapa tahun terakhir pendekatan Client-Centered
Therapy telah dikritik oleh banyak orang dikarenakan melihat penekanan
pada kepercayaan dari individu lainnya sehingga para tokoh menganggap bahwa
Carl Rogers terlalu optimis. Para teolog menyarankan bahwa pandangan Client-Centered
Therapy tidak berurusan dengan masalah kejahatan atau
kriminal. Carl Rogers akhirnya memberikan penekanan bahwa setiap individu
masing – masing memiliki keunikan masing – masing. Sehingga Carl Rogers
menganggap bahwa tidak ada dua orang yang pernah sama dan benar – benar sama
sekalipun individu tersebut kembar identik. Beberapa kritisi
terhadap teori Carl Rogers juga dianggap terlalu subjektif karena lebih
menggali lebih dalam mengenai dinamika psikologis dan daya kreativitas
diri. Selanjutnya, nilai – nilai menurut Carl Rogers mendapatkan kritik
bahwa perpspektif Carl Rogers menekankan terhadap nilai individualitas. [16]
KESIMPULAN
Berdasarkan
Teori dan dinamika kreativitas yang diungkapkan oleh Carl Rogers bahwa individu
yang memilii pribadi sepenuhnya dikarenakan selaras antara struktur self dan
pengalamannya maka individu tersebut digolongkan oleh Carl Rogers sebagai
pribadi yang sehat. Carl Rogers berpandangan bahwa individu memiliki potensi
untuk berkembang, merasa bebas dan akhirnya berdaya kreatif apabila memiliki
kemampuan untuk bertanggung jawab untuk menentukan tindakannya dan memahami
konsekuensi yang didasarkan pada kebebasan dan pemilihan. Carl Rogers tidak
memiliki pandangan terhadap pengaruh biologis atau faktor hereditas bahkan
pengalaman masa lalu (riwayat masa kecil). Carl Rogers sangat menekankan
individu tentang kebebasan sehingga individu mampu berfungsi sepenuhnya
mewujudkan daya kreativitasnya dan berperan saat perubahan kondisi sehingga individu
mampu menghasilkan ide – ide kreatif.
DAFTAR
PUSTAKA
Arbayah. Model Pembelajaran Humanistik.(Jurnal
Dinamika Ilmu, 2013) Vol 13, No.2
Arnold, Kyle. Behind The Mirror : Reflective
Listening and its Tain in the Work of Carl Rogers. (Routledge Taylor and
Francis Group : The Humanistic Psychologist Journal American Psychological
Association, 2014), Vol 42
Bageant, Robert. The Hakomi Method : Defining
Its Place Within the Humanistic Psychology Tradition. (Journal of Humanistic
Psychology, 2012), Vol 52, No 52
Beetlestone, Florence. (2012). Creative
Learning: Strategi Pembelajaran Untuk Melejitkan Kreativitas Siswa. Bandung
: Nusa Media
Boeree,
George. (2010). Personality Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama
Psikolog Dunia. Yogyakarta : Prismasophie
Jarvis, Matt. (2009). Teori –Teori
Psikologi : Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku, Perasaan Dan Pikiran
Manusia. Bandung : Nusa Media
Komalasari,
dkk.(2011). Teori Dan Teknik Konseling. Jakarta : PT Indeks
Keynes, Milton. (1990). Individual
Therapy : A Handbook Windy Dryden (Ed) 2nd Edition. Britain : University
Press
Latipun.
(2011). Psikologi Konseling Edisi Ketiga. Malang : UMM Press
Rachmahana,
Ratna Syifa’a. Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan. (Jurnal
El-Tarbawj, 2008) Vol 1, No.1
Zimring, Fred. Carl Rogers (1902-1987). (International
Bureau Of Education Journal, 1994) Vol XXIV, No 3/4. Hal 1-9
[1] Komalasari dkk, Teori
dan Teknik Konseling (Jakarta : PT Indeks, 2011). Hal 262
[2] Latipun, Psikologi
Konseling Edisi Ketiga (Malang : UMM Press). Hal 63
[3] Beetlestone, Florence, Creative
Learning: Strategi Pembelajaran Untuk Melejitkan Kreativitas Siswa (Bandung
: Nusa Media). Hal. 28
[4] Boeree, George, Personality
Theories : Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia (Yogyakarta
: Prismasophie, 2010). Hal 287
[5] Jarvis, Matt, Teori
–Teori Psikologi : Pendekatan Modern Untuk Memahami Perilaku, Perasaan Dan
Pikiran Manusia (Bandung : Nusa Media, 2009). Hal 92
[6] Latipun,2011, Psikologi
Konseling Edisi Ketiga (Malang : UMM Press). Hal 62
[7] Latipun,2011, Psikologi
Konseling Edisi Ketiga (Malang : UMM Press). Hal 64
[8] Ibid...Hal 66
[9] Ibid...Hal 68
[10] Arbayah, Model
Pembelajaran Humanistik (Jurnal Dinamika Ilmu, 2013, Vol 13, No.2).
Hal 207
[11] Rachmahana, Ratna
Syifa’a, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan.
(Jurnal El-Tarbawj, 2008, Vol 1, No.1). Hal 102
[12] Zimring, Fred. Carl
Rogers (1902-1987). (International Bureau Of Education Journal, 1994) Vol
XXIV, No 3/4. Hal 4
[13] Arnold, Kyle. Behind
The Mirror : Reflective Listening and its Tain in the Work of Carl Rogers.
(Routledge Taylor and Francis Group : The Humanistic Psychologist, 2014) Vol
42. Hal 368
[14] Bageant,
Robert. The Hakomi Method : Defining Its Place Within the Humanistic
Psychology Tradition. (Journal of Humanistic Psychology, 2012) Vol 52, No
52. Hal 185
[15] Khatib, dkk.
Humanistic Education : Concerns, Implications and Applications. (Journal of
Language Teaching and Research, 2013) Vol 4, No 1. Hal 47
[16] Keynes, Milton. Individual
Therapy : A Handbook Windy Dryden (Ed) 2nd edition. (Britain : University
Press, 1990). Hal 3
Komentar
Posting Komentar