- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
TUGAS INDIVIDU
INOVASI
PSIKOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
“ INOVASI PENGAJARAN KELAS INKLUSIF “
Dosen : Dr. Eva
Latifah, M.Si
Disusun Oleh :
Adinar
Fatimatuzzahro
Konsentrasi
Psikologi Pendidikan Islam
Program
Studi Interdisciplinary Islamic Studies
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
A.
Pendahuluan
Fenomena pengajaran kelas inklusif
apabila dilihat dari lata belakang permasalahan adalah untuk memberikan
kesempatan yang sama bagi anak dengan disabilitas untuk memperoleh pengajaran,
tenaga pendidikan serta kegiatan menempuh pendidikan sama dengan anak yang
normal. Berawal dari kurangnya peningkatan keterampilan pada siswa dan
keterbatasan interaksi dengan teman sebayanya maka pengajaran kelas inklusi
menawarkan dan memberikan kesempatan seluas luasnya bagi anak sebagai peserta
didik dalam memperoleh kesempatan belajar yang sama.[1]
Tujuan pendidikan inklusif mengacu kepada
Undang-Undang (UU) No. 20, tahun 2003, Sisdiknas Pasal 1, ayat 1: Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.[2]
Bahkan banyak studi penelitian yang
menunjukkan bahwa menempatkan siswa dengan disabilitas pada pengajaran kelas
inklusi memiliki banyak keuntungan dibandingkan menempatkan siswa dalam kelas
pengajaran khusus, keuntungan bagi siswa dengan disabilitas sebagai berikut
seperti : dapat memandang diri lebih positif, meningkatkan keterampilan
sosialisasi siswa lebih baik dikarenakan juga berinteraksi dengan teman – teman
sebaya yang normal, berupaya berperilaku yang lebih sesuai di kelas serta dapat
memiliki prestasi akademik yang setara dengan siswa yang normal. Selain itu, membuka
pemahaman dan empati siswa normal bahwa di kelas inklusi menemui hakikat ras
manusia, memaknai perbedaan bahwa siswa dengan disabilitas juga memiliki
potensi dan peluang prestasi sama dengan mereka yang normal.[3]
Tidak hanya dalam keterbatasan
secara fisik dan mental namun dalam pendidikan inklusi pun juga terdapat anak
dengan kemampuan inteligensi di atas rata – rata pun kini menjadi sorotan dalam
pengajaran di kelas inklusi. Tentu saja praktek pendidikan dan pengajaran di
kelas inklusi memiliki perpaduan berbagai aspek sehingga membutuhkan
penyelenggaran pendidikan yang dapat mengakomodasi anak dengan kemampuan yang
lebih dari dewasa atau bisa dikatakan sebagai anak luar biasa. Sehingga
perluasan pengajaran kelas inklusi tidak hanya berkaitan tentang pembahasan
yang menyentuh aspek kognitif saja namun meliputi juga sisi kepribadian anak
karena akan mempengaruhi perilaku baik sebagai makhluk individu maupun makhluk
sosial. Fenomena kelas yang bersekat dan pengelompokan anak berdasarkan
golongannya akan menjadikan ketimpangan yang hanya mengarahkan anak menjadi
pandai saja sehingga pendidikan pengajaran kelas inklusi pun mengarahkan pada
kepribadian yang bermoral karena terdiri dari bermacam – macam golongan sehingga
pola komunikasi sebaya meskipun terdapat perbedaan, anak normal maupun anak
luar biasa dapat saling belajar hakikatnya proses pendidikan.[4]
Oleh karena itu, dalam pengajaran di
kelas inklusi harus mampu memahami peserta didik secara holistik, upaya
tersebut adalah untuk memahami kelebihan dan kelemahan peserta didik sehingga
mengetahui yang dibutuhkan peserta didik dalam pengajaran di kelas inklusi.[5]
Berdasarkan hal tersbut maka penulis akan membahas tentang inovasi dalam
pengajaran kelas inklusif.
B.
Pembahasan : Pengajaran Kelas Inklusif
1.
Pengertian
Pendidikan inklusif adalah praktik
pendidikan bersama anak-anak normal dan anak – anak dengan disabilitas atau
berkebutuhan khusus.[6]
Pengertian lainnya tentang pengajaran di kelas inklusi yaitu sekolah- sekolah
umum setempat harus secara optimal memberikan pendidikan kepada siswa dengan
berkebutuhan khusus dalam kelas reguler termasuk penyandang disabilitas yang
parah karena setiap individu berhak untuk memperoleh pendidikan.[7]
Pengajaran di kelas inklusif dilakukan oleh guru pada
sekolah inklusi yaitu model klasikal. Sistem belajar mengajar dan proses
pengajaran antara siswa normal digabung dengan siswa berkebutuhan khusus dalam
menerima pelajaran yaitu dengan memberikan bimbingan individual pada saat
pendampingan proses pembelajaran.[8]
Pendidikan inklusif yaitu proses yang
melibatkan baik kepentingan anak anak dengan kebutuhan khusus maupun anak
sekolah tanpa kebutuhan khusus. Oleh karena itu, pengajaran di kelas
inklusif menawarkan terciptanya lingkungan belajar yang memenuhi kebutuhan
pendidikan kedua kelompok tersebut.
2.
Hak
– Hak Siswa dengan disabilitas (kebutuhan khusus) di kelas inklusif.
a.
Bebas
memperoleh pendidikan yang sesuai sehingga semua siswa baik siswa yang normal
maupun berkebutuhan khusus terpenuhi kebutuhan pendidikannya. Misalnya : siswa
yang memiliki kesulitan membaca maka akan membutuhkan bahan bacaan yang telah
disesuaikan dan instruksi dikondisikan secara individual.
b.
Menjalani
evaluasi yang fair dan tidak diskriminatif. Hal ini dilakukan dengan cara
melakukan evaluasi pada tiap – tiap siswa (individual) untuk memenuhi
kemungkinan memperoleh pelayanan khusus dalam proses pengajaran di sekolah.
Evaluasi ini terdiri dari guru spesialis, orangtua maupun wali yang menjaga
siswa dengan perangkat tes yang sudah didesain khusus sebagai alat tes maupun
alat evaluasi dengan mempertimbangkan latar belakang siswa, kemungkinan
kesulitan secara fisik maupun kesulitan secara komunikasi.
c.
Memperoleh
pendidikan dalam suasana yang tidak mengekang. Dalam hal ini siswa diharapkan
untuk dilibatkan dalam lingkungan akademik, kegiatan ekstrakurikuler bahkan
interaksi sosial yang sama bersama teman – temannya dan layanan pendukung yang
memadai. Anak dengan kebutuhan khusus dalam kelas inklusi dan pada mata
pelajaran dalam proses pengajaran anak tersebut hanya dikesampingkan dari
proses pengajaran kelas umum apabila memiliki resiko keselamatan orang lain
atau tidak mendapatkan dukungan yang berarti bagi anak tersebut di kelas.
d.
Memperhatikan
kekhususan setiap individu program pendidikan. Ini diterapkan saat berusia 3 –
21 tahun yang telah diidentifikasi mengalami hambatan namun secara bersama –
sama dapat mengembangkan kelebihan maupun kelemahan anak (IEP : Individualized Education Program) dengan
senantiasa ditinjau bahkan bisa diperbaharui.
e.
Menghargai
hak asasi individu. Menghargai proses penginputan data siswa maupun orangtua
saat pengambilan keputusan atau kebijakan dalam pengajaran di kelas inklusi. Contohnya
: orangtua mendapat kewenangan dalam mengizinkan atau tidak diizinkannya putra
putri mereka untuk menjalani evaluasi dari pelayanan pendidikan khusus, dapat
melakukan tindakan yang memungkinkan dapat merubah program pendidikan anaknya
bahkan orangtua dapat melihat rekapan atau catatan sekolah yang dibuat oleh
anaknya.[9]
C.
Perspektif Al-Qur’an dan
hadits tentang pengajaran di kelas inklusi (tafsir)
Berdasarkan hasil penelitian bahwa
untuk pengajaran di kelas inklusi adalah dengan menggunakan modifikasi perilaku
yaitu dengan sistem reward dan punishmet. Dalam Islam ditawarkan
pengajaran dengan sistem yang sama yaitu reward
dan pusnihment. Sistem pengajaran di
kelas inklusi ini meliputi memberikan harapan yang jelas, pemberian umpan balik
yang jelas, langsung, dan sering, dan peningkatan nilai dan ketersediaan
imbalan. Imbalan di ruang kelas meliputi pujian, yang akan paling efektif. Kemudian
punishment diberikan pada siswa yang mana siswa tidak meyukai sesuatu tersebut.
Punishment yang diberikan dipertimbangkan dalam strategi modifikasi perilaku
ini.[10]
Modifikasi perilaku dengan reward dan punishment juga diakui dalam menerapkan pendidikan. Sistem reward dan punishment sebagai bentuk konsekuensi perilaku anak dalam mendidik
dan menerapkan pengajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam hal ini
terdapat dalam teori pembelajaran behavioristik. Dalam penelitian pada jurnal
khusus salah satu penelitian pada anak berkebutuhan khusus dapat diterapkan
teknik token economic pada anak
tunagrahita. Token economic merupakan
salah satu sistem reward dengan
memberikan tanda sesegera mungkin setiap kali perilaku yang diharapkan muncul.
Karena dapat memunculkan perilaku yang diharapkan karena siswa dengan
disabilitas dapat termotivasi meningkatkan kemampuannya dalam hal penjumlahan.[11]
Hal ini terdapat pada Al-Qur’an Surat
An-Najm : 31 yang artinya :
“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit
dan apa yang ada di bumi. (Dengan dmikian) Dia akan memberi balasan kepada
orang – orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan
dan Dia akan memberi balasan kepada orang – orang yang berbuat baik dengan
pahala yang lebih baik (surga).”
Berdasarkan hal tersebut bahwa dalam
hal ini reward dapat menjadi alat
untuk meningkatkan motivasi pada anak bahkan anak dengan disabilitas. Reward merupakan suatu bentuk
penghargaan dari suatu pekerjaan yang telah dilakukan atau jasa yang dapat
menjadi nilai bagi seseorang. Pemberian reward
tersebut bertujuan untuk memotivasi anak, bersifat konsisten bila dibutuhkan
dan tetap memahami efek reward bagi
tumbuh kembang anak.[12]
Sedangkan punishment dalam
modifikasi perilaku juga dapat diterapkan dalam konteks pendidikan bagi anak
dengan disabilitas pada pengajaran kelas inklusi seperti dalam hadits :
“Dari
Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda : “Perintahkanlah anakmu untuk
melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka
pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan
pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
Pada hal tersebut dalam hal mendidik
ada yang disebut dengan punishment atau yang dikenal sebagai hukuman. Namun
harus diperhatikan dalam hal intensitas memberikan punishment dan harus disesuaikan dengan kebutuhan dikarenakan hal
tersebut sangat mempengaruhi tumbuh kembang psikologis anak. Memberika punishment juga jangan dikarenakan emosi
terhadap anak, memperhatikan pula dampak pemberian punishment pada anak apakah
memiliki perubahan perilaku dan berefek positif terhadap anak, memperhatikan
pula penyebab anak melakukan perilaku tersebut dan akibat dari perilaku sang
anak selain itu jangan terlalu mudah luluh apabila anak menangis karena
pemberian punishment. Sebagai contoh
apabila anak dengan kebutuhan khusus melakukan kesalahan dengan memecahkan
suatu benda atau apapun maka bertanya terlebih dahulu penyebabnya sang anak
memecahkan benda tersebut maka sebagai punishment
anak diminta untuk mengambil alat kebersihan anak diminta untuk membersihkannya
apabila usia anak masih terlalu kecil maka pendamping, guru atau orangtua yang
membersihkannya. Sehingga dalam memberikan punishment tidak diperkenankan atas
dasar emosi guru, pendamping atau orangtua namun memahami penyebab anak
melakukan perilaku tersebut dan tetap dinasehati dengan tutur kata yang baik.[13]
Berdasarkan kajian tersebut dapat
dilihat bahwa dalam pendidikan inklusi banyak mengedepankan pendekatan
behaviorime dalam ilmu psikologi yaitu :
1.
operant conditioning (reward dan punishment),
2.
classical conditioning (pengondisian klasik dengan
prosedur penciptaan reflek baru dengan mendatangkan stimulus sebelum terjadinya
refleks tersebut),
3.
hukum
belajar yaitu (law of readiness :
individu akan berhasil dalam proses pembelajaran bila memiliki kesiapan untuk
belajar), (law of exercise : bahwa
individu dalam berperilaku akan semakin kuat apabila sering dilatih dan proses
belajar akan berhasil apabila banyak dilakukan berulang atau banyak latihan)
dan (law of effect : apabila dalam
proses pembelajaran menghasilkan kepuasaan bagi individu maka hubungan antara
stimulus dan respon akan semakin kuat dikarenakan individu akan bersemangat
dalam belajar.[14]
Sementara itu berdasarkan penjelasan
Malik Badri bahwa konsep behaviorisme dalam pandangan pskologi memiliki
kesamaan dengan ajaran Islam. Apabila di dalam psikologi disebut teori belajar
behavioristik dan di Islam disebut sebagai teori belajar akhlak. Dalam
Al-Qur’an telah diungkapkan oleh Allah SWT bahwa kemampuan manusia untuk
belajar adalah melihat melalui kondisi binatang – binatang sebagai salah satu
bentuk pengajaran Tuhan kepada manusia. Dalam
hal ini dapat melihat konsep tentang air liur anjing pada classical conditioning yang dikenalkan oleh Ivan Pavlov. Dalam
Islam mengenalkan pengajaran dengan hal yang juga bersifat ghaib seperti konsep
reward dan punishment yaitu pahala dan dosa yang tidak hanya bersifat materi
namun juga immateri. Apabila memandang
lebih jauh mengenai inovasi pengajaran ini maka Islam dalam Al-Quran dan Hadits
terpancar dalam akhlak Nabi Muhammad SAW yang sama dengan konsep teori belajar
behavioristik seperti : pembiasaan, peniruan, reward dan lain sebagainya.[15]
Begitu pula menggunakan konsep
pengajaran pada kelas inklusi sangat peting memahami teori belajar
behavioristik dan Islam menawarkan teori belajar yang memiliki kesamaan dengan
teori psikologi dari barat tersebut yaitu : perpaduan teori belajar
behavioristik yang mengedepankan sisi spiritual yang tidak hanya berpusat pada
materi namun juga pendekatan pada individu secara holistik pada pembentukan
akhlak peserta didik.[16]
D.
Penelitian yang relevan dan
terbaru tentang kelas inklusi
Strategi strategi pengajaran di kelas
inklusi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : mengumpulkan sebanyak
banyaknya informasi setiap siswa yaitu dengan cara mengetahui latar belakang
siswa baik mengenai keluarganya, riwayat kesehatannya, kelebihannya,
kelemahannya, sosio emosionalnya, inteligensinya dan lain sebagainya sebagai
daya untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Strategi selanjutnya adalah
menggunakan cara mengajar yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
masing – masing siswa, hal ini bersifat fleksibel ketika mengajar dengan menyesuaikan
kondisi baik siswa normal maupun siswa berkebutuhan khusus. Menumbuhkan harapan
positif bagi semua siswa, berkonsultasi dan bekerjasama dengan para spesialis,
membangun hubungan baik dan kmunikasi intens dengan orangtua, melibatkan siswa
dalam pengambilan keputusan dan lebih terbuka terhadap kualifikasi untuk
mendapatkan pelayanan khusus di sekolah umum.[17]
Penelitian terbaru tentang inovasi
pengajaran kelas inklusi adalah dengan memaksimalkan peranan guru dalam
membangun kreativitas siswa dikarenakan wawasan dan kreativitas yang dimiliki
oleh guru sangat berperan dalam mendorong peserta didik berinovasi terutama
bagi peserta didik yang menyandang kebutuhan khusus. Peranan kreativitas guru
yang saat ini harus ditingkatkan mengingat media penunjang pembelajaran yang
masih sulit untuk diperoleh bagi peserta didik yang memiliki kebutuhan khusus.
Strategi guru dalam pengajaran di kelas inklusi diantaranya yaitu pengaturan posisi
tempat duduk serta menggunakan metode yang menjadikan siswa mendapatkan porsi yang
sama saat di kelas. Selanjutnya meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia)
pendidikan guru yang sesuai dengan pengajaran di kelas inklusi semisal
pendidikan guru luar biasa sehingga dapat meningkatkan kualitas pengajaran pula
di kelas inklusif dikarenakan era saat ini banyak sekolah inklusi yang tidak
sesuai dengan bidang ajarnya. Maka dari itu sekolah memerlukan tenaga pendidik
yang relevan, yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang ajar.[18]
Penelitian tentang cara untuk mengatasi
gangguan fisik dan psikologis anak dengan kebutuhan khusus dalam proses
pengajaran sekolah inklusi yaitu dengan teknik integrasi sosial. Teknik ini
melibatkan adaptasi sosial anak dengan kebutuhan khususnya. Integrasi sosial penyandang
disabilitas ini adalah dengan meningkatkan kualitas hidup mereka, yang berarti dalam
pengajaran pun harus menyediakan fasilitas dan akses terhadap pengetahuan,
pendidikan dan nilai budaya, yang dapat membentuk kepribadian, memunculkan
gagasan tentang dunia, mampu memfasilitasi partisipasi anak dalam kehidupan
sosial dan bahkan melestarikan budaya yang ada di Indonesia. Integrasi
secara sosial ini diwujudkan dalam bentuk sosialisasi di lingkungan pendidikan
inklusif yaitu proses yang melibatkan baik kepentingan anak anak dengan
kebutuhan khusus maupun anak sekolah tanpa kebutuhan khusus. Oleh karena
itu, pengjaran di kelas inklusif menawarkan terciptanya lingkungan belajar yang
memenuhi kebutuhan pendidikan kedua kelompok tersebut. Apabila pengajaran dalam
kelas inklusif tidak diberikan oleh yang profesional di bidangnya (yang
memahami lingkungan disabilitas dan non disabilitas) maka mengakibatkan
pendalaman pengucilan sosial sehingga dalam pengajaran kelas inklusif berfokus
pada perhatian guru dengan memperhatikan perbedaan pendekatan untuk pelatihan. Prinsip penuntun
penciptaan lingkungan pendidikan yang inklusif adalah kesediaannya untuk
beradaptasi dengan individu dikarenakan kebutuhan kategori anak yang berbeda
dan lebih memperhatikan individu karena keunikan yang dimiliki anak. Hal yang
menjadikan prioritas dalam proses sosialisasi adalah berkembangnya sumber daya
internal anak, motivasi internal anak, pembentukan keterampilan sosialnya, anak
mendapatkan pengalaman dalam hubungan sosial. Sekolah inklusif adalah sekolah
untuk semua orang. Kemajuan pola pikir dan partisipasi penuh dari sekolah
dalam kehidupan sekolah akan mendukung berkembangnya potensial anak dengan dua kelompok
yaitu anak yang memiliki dengan kebutuhan khusus dan anak normal. Proses
sosialisasi tergantung pada kualitas komunikasi dan kolaborasi pihak sekolah. Kegiatan
ekstrakurikuler sebagai proses komunikasi dan kolaborasi memiliki peluang terbesar
bagi anak-anak penyandang pada pengajaran kelas inklusif. Ekstrakurikuler
memiliki aktivitas yang jauh lebih besar untuk proses sosialisasi anak, karena
tidak membatasi kemungkinan anak-anak sekolah yang sehat masuk untuk optimal
dalam memenuhi kesehatan diri mereka, dan kegiatan ekstrakurikuler yang
diselenggarakan di Indonesia bekerja sama dengan siswa penyandang cacat,
memiliki "pendidikan nilai yang luar biasa". Keberhasilan pengajaran
pada kelas inklusif oleh para periset dinyatakan bahwa untuk anak-anak ini
perlu diciptakan lingkungan dimana mereka akan merasakan keamanan, penerimaan,
dan kenyamanan tanpa diskriminasi apapun, mnejalin komunikasi dengan guru
karena anak – anak tersebut memiliki kebutuhan yang kuat akan penerimaan sosial
dan emosional dan pentingnya pelatihan khusus untuk mengubah sikap negatif dan stereotip
terhadap anak-anak dengan gangguan perkembangan (cacat atau disabilitas atau
berkebutuhan khusus).[19]
E.
Penutup
Berdasarkan kajian tersebut yang telah
dijelaskan bahwa dalam inovasi pengajaran kelas inklusi adalah dengan
memaksimalkan peranan guru dalam membangun kreativitas siswa. Wawasan dan kreativitas yang dimiliki oleh guru
sangat berperan dalam mendorong peserta didik berinovasi terutama bagi peserta
didik dengan disabilitas pada kelas inklusi dan pendekatan pada kelas inklusi
yaitu anak dengan disabilitas bersekolah di sekolah umum bersama anak normal
dapat secara optimal untuk mendapatkan porsi yang sama saat di kelas. Mengkaji peranan guru
tersebut dalam pengajaran di kelas inklusi dapat melalui pendekatan teori
belajar behaviorisme yaitu Islam pada Al-Quran dan Hadits banyak menjelaskan
tentang proses pendidikan yang disebut sebagai teori belajar akhlak. Dengan
melihat berbagai kebutuhan pengajaran bagi anak dengan disabilitas pada kelas
inklusi maka teori belajar behavavioristik dapat menjadi pegangan guru dalam
inovasi pembelajaran dalam peningkatan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) guru. Maka dari itu sekolah memerlukan tenaga
pendidik yang relevan, yang memiliki kemampuan yang sesuai dengan bidang ajar
anak luar biasa di kelas inklusi.
F.
Daftar Pustaka
Ariastuti, Reni dan Vitri
Dyah,” Optimalisasi Peran Sekolah Inklusi,” Jurnal
Pengabdian Masyarakat, Vol 1, No 1, 2016
Azis, “Reward-Punishment Sebagai Motivasi Pendidikan (Perspektif Barat Dan
Islam),” Jurnal Cendekia, Vol 14, No 2, 2016
Mareza,Lia, ”Pengajaran
Kreativitas Anak Berkebutuhan Khusus Pada Pendidikan Inklusi,” Jurnal Indigenous, Vol 1, No 2, 2016
Ormord, Jeanne Ellis,” Psikologi Pendidikan: membantu siswa tumbuh
dan berkembang”, Erlangga, Jakarta, 2008
Patricia,Jacobs and Fu
Danling,” Students with Learning Disabilities in an Inclusive Writinng
Classroom,” Journal Of Language and
Literacy Education, Vol 10, No 1, 2014
Prawira, Purwa Atmaja,” Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru,”,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2013
Rizky, Ciandra Lianda dan
Ari Wahyudi,” Teknik Token Economic
Terhadap Kemampuan Penjumlahan Pada Anak Tunagrahita Ringan Di Yayasan Sosial
Dan Pendidikan Khusus SD Putra Harapan Sidoarjo,” Jurnal Luar Biasa, 2014
Rusuli, Izzatur,” Refleksi
Teori Belajar Behavioristik dalam perspektif Islam”, Jurnal Pencerahan, Vol 8, No 1, 2014
Supriyanto,
dkk,” Inovasi Pendidikan: Isu-Isu Baru
Pembelajaran, Manajemen, dan Sistem Pendidikan di Indonesia,” Muhammadiyah
University Press, Surakarta, 2009
Uno,
Hamzah,” Belajar dengan pendekatan
pembelajaran aktif dan inovatf lingkungan kreatif efektif menarik,” Bumi
Aksara, Jakarta, 2011
Zvoleyko, EV, et.al,
“Socialization of Student with disabilities in an inclusive educational
environment”, International Journal Of
Enviromental & Science Education, Vol 11, No 4, 2016
[1] Patricia,Jacobs and Fu
Danling,” Students with Learning Disabilities in an Inclusive Writinng
Classroom,” Journal Of Language and
Literacy Education, Vol 10, No 1, (2014), 100
[2] Ariastuti, Reni dan
Vitri Dyah,” Optimalisasi Peran Sekolah Inklusi,” Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol 1, No 1 (2016) 39
[3] Ormord, Jeanne Ellis,” Psikologi Pendidikan : membantu siswa tumbuh
dan berkembang”, Erlangga, Jakarta, (2008), 230
[4] Supriyanto, dkk,” Inovasi
Pendidikan: Isu-Isu Baru Pembelajaran, Manajemen, dan Sistem Pendidikan di
Indonesia,” Muhammadiyah University Press, Surakarta, (2009), 67
[5] Uno, Hamzah,” Belajar dengan
pendekatan pembelajaran aktif dan inovatf lingkungan kreatif efektif menarik,”
Bumi Aksara, Jakarta, (2011), 261
[6] Zvoleyko, EV, et.al,
“Socialization of Student with disabilities in an inclusive educational
environment”, International Journal Of
Enviromental & Science Education, Vol 11, No 4 (2016), 6469
[7] Ormord, Jeanne Ellis,” Psikologi Pendidikan : membantu siswa tumbuh
dan berkembang”, Erlangga, Jakarta, (2008), 227
[8] Mareza,Lia, ”Pengajaran
Kreativitas Anak Berkebutuhan Khusus Pada Pendidikan Inklusi,” Jurnal Indigenous, Vol 1, No 2 (2016),
104
[9] Ormord, Jeanne Ellis,” Psikologi Pendidikan : membantu siswa tumbuh
dan berkembang”, Erlangga, Jakarta, (2008), 228
[10] Azis, “Reward-Punishment Sebagai Motivasi
Pendidikan (Perspektif Barat Dan Islam),” Jurnal Cendekia, Vol 14, No 2,
(2016), 342
[11] Rizky, Ciandra Lianda
dan Ari Wahyudi,” Teknik Token Economic Terhadap
Kemampuan Penjumlahan Pada Anak Tunagrahita Ringan Di Yayasan Sosial Dan
Pendidikan Khusus SD Putra Harapan Sidoarjo,” (2014), 3
[12] Prawira, Purwa Atmaja,” Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru,”,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta (2013), 156
[13] Prawira, Purwa Atmaja,” Psikologi Pendidikan Dalam Perspektif Baru,”,
Ar-Ruzz Media, Yogyakarta (2013), 157
[14] Rusuli, Izzatur,” Refleksi Teori Belajar Behavioristik dalam
perspektif Islam”, Jurnal Pencerahan, Vol 8, No 1, (2014), 42
[15] Rusuli, Izzatur,” Refleksi Teori Belajar Behavioristik dalam
perspektif Islam”, Jurnal Pencerahan, Vol 8, No 1, (2014), 51
[16] Rusuli, Izzatur,” Refleksi Teori Belajar Behavioristik dalam
perspektif Islam”, Jurnal Pencerahan, Vol 8, No 1, (2014), 52
[17] Ormord, Jeanne Ellis,” Psikologi Pendidikan : membantu siswa tumbuh
dan berkembang”, Erlangga, Jakarta, (2008), 261
[18] Mareza,Lia, ”Pengajaran
Kreativitas Anak Berkebutuhan Khusus Pada Pendidikan Inklusi,” Jurnal Indigenous, Vol 1, No 2 (2016),
104
[19] Zvoleyko, EV, et.al,
“Socialization of Student with disabilities in an inclusive educational
environment”, International Journal Of
Enviromental & Science Education, Vol 11, No 4 (2016), 6470
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar