- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
THE
LEARNER AND THEIR MOTIVES
THE
LEARNER AND THEIR MOTIVES
Oleh:
Adinar Fatimatuzzahro
Abstrak
Motif merupakan suatu hal yang mendasari
manusia untuk mengembangkan diri guna mencapai suatu
tingkatan tertentu, mengejar tujuan dan hasil kehidupan yang positif melalui
proses pembelajaran serta informasi yang diterima dan kemudian disimpan dalam
memori. Motif memerlukan pekerjaan untuk dilakukan, apresiasi oleh orang lain untuk
menunjukkan kemampuan pribadi, untuk menghadapi tantangan dan sebagainya. Motivasi merupakan motif yang
telah menjadi aktif, motivasi merupakan suatu tindakan karena dorongan mendasar
manusia untuk mengembangkan diri dan berpengaruh pada proses pertumbuhan, perkembangan, proses belajar dan pencapaian prestasi. Motivasi
adalah proses yang mendorong perilaku tertentu untuk mencapai tujuan.
Kata kunci: Motif, Motivasi, Peran motivasi pada pembelajar.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
DEPDIKNAS mengeluarkan program SMA Rintisan Bertaraf
Internasional. Program yang dicanangkan oleh DEPDIKNAS ini diharapkan mampu menerapkan
azas-azas pembelajaran aktif yang mengakses 5 pilar pendidikan meliputi religious awareness, learning to know,
learning to do, learning to be, and learning how to live together.
Pembelajaran di RSMABI ini diharapkan mampu menerapkan pembelajaran berbasis teknologi
dan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pada mata pelajaran (Arief,
2012).
Program dikarenakan globalisasi dan bahasa Inggris diposisikan
sebagai bahasa dunia lisan, bahasa universal sehingga sangat penting ditekankan terutama di bidang pendidikan. Bahasa Inggris
merupakan persyaratan untuk pekerjaan dan penting untuk memahami berbagai
sumber pengetahuan. Sekolah adalah lembaga pembelajaran dan media
pembelajaran, dengan demikian hal terbaik untuk meningkatkan belajar adalah motivasi berupa semangat di kalangan siswa siswi. Untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan, siswa memerlukan pendekatan yang tepat dan harus memiliki
strategi belajar yang terbaik untuk memahami dan menguasai bahasa Inggris
karena bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa pengantar mata pelajaran. Guru memainkan peran yang sangat penting
dalam memberikan iklim belajar dan memiliki pengaruh utama untuk menginspirasi siswa siswi untuk belajar bahasa melalui kesadaran pembelajar tersebut.
Evaluasi dan penelitian mengenai unsur-unsur internal siswa dan lingkungan pembelajaran yang mendukung dapat
mendorong siswa siswi memperoleh motivasi melalui bimbingan dan pelajaran yang disediakan oleh guru-guru (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013).
Pembelajaran dengan RSMABI yaitu SMA Negeri 3 Semarang
ini juga diterapkan pembelajaran berbasis teknologi dan menggunakan bahasa
Inggris sebagai bahasa pengantar pada mata pelajaran. Dikarenakan hal tersebut
fenomena yang terjadi di SMA Negeri 3 Semarang siswa diharuskan memiliki
kemampuan dan menguasai mata pelajaran khususnya dengan menggunakan bahasa
Inggris. Tuntutan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh siswa dapat menimbulkan
dampak negatif kepada siswa yang salah satunya adalah kesulitan belajar untuk mata
pelajaran fisika. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Meizuvan Khoirul Arief, Langlang Handayani,
Pratiwi Dwijananti pada tahun 2012 di SMA Negeri 3 Semarang yang sudah menjalankan
program RSBI nya selama 5 tahun. Program RSBI se Kota Semarang dan di SMA
Negeri 3 Semarang khususnya selama 5 tahun banyak siswa mengalami keluhan karena Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran fisika yang tinggi yaitu 75. Selain itu penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran fisika
membuat siswa lebih sulit memahami materi fisika. Hal tersebut menjadikan
melemahnya motivasi siswa dalam belajar (Arief, 2012)
Motivasi
merupakan suatu unsur yang penting dalam meningkatkan produktivitas bekerja dan
berkarya. Setiap bagian dalam pendidikan memerlukan pemahaman yang kuat tentang
hubungan antara hasil pekerjaan atau karya dengan dorongan individu dalam
menyikapi tindakannya terhadap pekerjaan atau bakal karyanya tersebut.
Penelitian di berbagai negara tentang kondisi sekolah, optimalisasi dalam
menyusun kesepakatan waktu, tenaga, dan usaha dipergunakan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi mengambangkan produktivitas individu sehingga penelitian tersebut dapat dipahami
bahwa memahami kepuasan kinerja sistem pendidikan yang berlaku dan motivasi individu
sebagai unsur penting dalam bekerja dan berkarya dapat meningkatkan
produktivitas serta prestasi dalam tubuh dunia pendidikan (Pardee, 1990).
Menurut
Russell (dalam Pardee, 1990) bahwa
terdapat tiga hal yang digambarkan dalam memahami
pengertian motivasi: (1) bahwa motivasi merupakan
sumber kekuatan internal yang dapat diduga, (2) motivasi mampu memberikan energi bagi individu untuk melakukan tindakan, dan (3) motivasi mampu menjadikan individu menentukan arah tindakan. Menurut Merriam dan Webster (dalam Williams dan
Williams, 2012) motivasi
memiliki penngertian
yaitu suatu tindakan atau
proses berupa kekuatan, stimulus, pengaruh, mendorong maupun sesuatu yang bersifat seperti kebutuhan atau keinginan sehingga
menjadikan individu untuk bertindak. Palmer dkk (dalam Williams dan Williams tahun
2012) menjelaskan bahwa terdapat lima unsur utama yang memiliki dampak terhadap munculnya motivasi siswa dalam menempuh
pendidikan yaitu faktor siswa, guru, konten yang diajarkan, metode dalam menyampaikan
konten serta peran lingkungan yang mendukung. Kelima unsur tersebut menjadi faktor
penting yang berdampak pada motivasi siswa dalam menempuh pendidikan. Dukungan
kelima unsur tersebut mendorong motivasi individu dalam bertindak. Pada kasus
tersebut dapat dilihat bahwa standar ketuntasan minimal yaitu 75 dan
menggunakan pengantar bahasa Inggris saat mata pelajaran fisika menjadikan
siswa siswi di SMA 3 Semarang sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
menyampaikan keluhannya. Kelima unsur tersebut sebagai hal perlu
dipertimbangkan menurut Palmer (dalam Williams dan Wlliams, 2012) bahwa
motivasi yang dimiliki siswa
siswi merupakan suatu elemen penting yang diperlukan untuk sistem pendidikan yang berkualitas. Pembahasan makalah
ini akan menguraikan tentang motivasi dan pembelajar dalam menempuh pendidikan
sebagai elemen atau unsur penting yang harus diperhatikan dalam dunia
pendidikan. Memahami dan memperhatikan fungsi kelima komponen yaitu siswa,
guru, konten ilmu pengetahuan, metode atau proses serta dukungan lingkungan
menjadi aspek yang penting berkontribusi dalam motivasi (Williams dan Wlliams,
2012).
Oleh
karena pembahasan mengenai motif dan motivasi pembelajar dalam menempuh
pendidikan menjadi elemen penting dalam proses pendidikan maka pemakalah
menguraikan pentingnya memahami motivasi pembelajar dalam pendidikan.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang dimaksut
motif dan motivasi?
2.
Faktor – faktor apakah
yang mempengaruhi motivasi pada pembelajar?
3.
Seberapa penting peran
motivasi pada pembelajar ?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN MOTIVASI dan
MOTIF
Menurut Santrock
(2009), motivasi merupakan proses yang memberikan energi, mengarahkan dan
mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang termotivasi memiliki
kekuatan untuk berdaya, memiliki arah dan dapat dipertahankan.
Menurut Cherry (dalam Nukpe, 2012) memandang bahwa motivasi merupakan suatu proses memulai,
menuju dan mempertahankan perilaku yang berorientasi pada tujuan. Menurut Brennen (dalam Nukpe, 2012)
mengungkapkan bahwa motivasi merupakan kesediaan
individu untuk berusaha meraih pencapaian tertentu. Selanjutnya, menurut Guay dkk (dalam Nukpe,
2012) mengatakan bahwa motivasi merupakan penjelasan yang mendasari munculnya
perilaku.
Menurut Pintrich dan Schrauben dan Wolters dalam Garris, Robert
dan James, 2002)
bahwa kesediaan atau keinginan untuk terlibat dan bertindak disebut motivasi. Donald (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) mengatakan bahwa motivasi dapat dianggap sebagai pengarah untuk menghindari kegagalan. Motivasi dianggap sebagai perpanjangan dari proses
psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. Pada prinsipnya, motivasi merupakan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan biologis dan tuntutan. Motivasi juga terkait dengan
kepentingan dan stimulasi. Menurut Azizi Latif Yahya dan Jaafar Sidek (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) bahwa motivasi memiliki pengaruh yang
signifikan pada bidang pertumbuhan, perkembangan, proses belajar dan berprestasi. Motivasi adalah proses yang mendorong perilaku tertentu
untuk mencapai tujuan. Dalam proses pembelajaran peran seorang guru harus mempertimbangkan
berbagai motif tindakan perilaku seseorang untuk mengukur perubahan, keinginan, kebutuhan dan tujuan. Motivasi yang tinggi akan memotivasi
seseorang untuk bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan. Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dinyatakan oleh Woolfolk (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) bahwa motivasi disebut sebagai kekuatan
internal manusia yang membangkitkan, mengarahkan
dan mengendalikan perilaku. Mohd Anizu & Siti Salwa (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) menggambarkan motivasi sebagai kekuatan yang membuat orang mengubah sikap, minat atau kegiatan.
Motif merupakan suatu hal yang
mendasari manusia untuk mengembangkan diri untuk mencapai suatu tingkatan
tertentu, mengejar tujuan dan hasil kehidupan yang positif melalui proses
pembelajaran serta informasi yang diterima dan kemudian disimpan dalam memori (Schultheiss dan KΓΆllner, 2008). Motif memerlukan pekerjaan untuk
dilakukan, apresiasi oleh orang lain, untuk menunjukkan kemampuan pribadi,
untuk menghadapi tantangan dan sebagainya. Melalui motif yang kuat, siswa
dapat belajar lebih keras dan efektif mewujudkan tujuan yang akan dicapainya,
guna memenuhi kebutuhan (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013)
Pengertian motif memiliki keterlibatan penting dalam merespon secara afektif pada insentif
(penghargaan dalam proses pendidikan bagi pembelajar seperti penilaian guru,
alat peraga yang menarik dan pelajaran yang fantastis) dan disinsentif
(kurangnya penghargaan pada pembelajar dalam bepro ses menempuh pendidikan)
(Schultheiss dan KΓΆllner, 2008). Insentif dapat menjadikan siswa
siswi lebih rajin dan meningkatkan keinginannya lebih kuat untuk menguasai
pelajaran. Suatu pekerjaan atau bidang pekerjaan yang dilakukan akan lebih
efektif apabila kekuatan utama dan faktor yang mempengaruhinya teridentifikasi
dan jelas. Misalnya, ketika seorang mahasiswa dipuji oleh guru setelah
presentasi yang baik, ini akan menjadi simbol keunggulan. Insentif dapat memotivasi
seseorang untuk bertindak dan menuai hasil yang lebih baik. (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013)
Schultheiss dan KΓΆllner berpendapat pada penelitiannya bahwa motif yang dimiliki mempengaruhi dan
mengarahkan keinginan belajar pada pembelajar melalui stimulus yang diperoleh
kemudian diterapkan pada perilaku. Pengalaman afektif yang dialami tersebut
memiliki pengaruh pada pengembangan kompetensi pembelajar. Schultheiss dan KΓΆllner me-review singkat dari
penelitiannya bahwa substansi neurobiologis dalam pembelajaran mengarahkan
pembelajar dan memori dalam belajar dipengaruhi oleh motif. Kepuasan motif yang mendorong individu mengejar kesuksesannya
menuju tujuan pribadi dalam hidup. Motif dalam diri individu menunjukkan bukti
yang mendukung dan berperang penting dalam kemajuan pembelajar dalam pendidikan
(Schultheiss dan KΓΆllner, 2008).
Menurut Schultheiss dan KΓΆllner (2008) berbagai penelitian tentang motif dalam enam puluh tahun terakhir telah
difokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan untuk berprestasi, memiliki
kekuasaan dan kebutuhan afiliasi. Ketiga kebutuhan ini menurut Schultheiss dan KΓΆllner Prestasi dipahami sebagai motif prestasi, motif untuk berdaya dan motif afiliasi.
Menurut Schultheiss &
Brunstein (dalam Schultheiss dan KΓΆllner, 2008) Motif prestasi yang kuat
merupakan hasil dari orang tua yang memberikan pola asuh dengan menuntut anak
untuk menghadapi tantangan belajar dan tetap memiliki sikap bersahabat mendampingi
anak menghadapi tantangan kesulitan belajar tersebut.
Menurut Gray & McNaughton (dalam Atkinson; Schultheiss dan KΓΆllner, 2008)
bahwa prestasi merupakan dorongan yang berasal dari kepuasan yang diperoleh
dari perasaan kemampuan maupun diperoleh
dari hukuman yang diterima atau bahkan keduanya. Menurut Schultheiss
(2008) berdaya merupakan kekuatan yang berupa kapasitas untuk meningkatkan atau
menurunkan perilaku dari aspek fisik, mental maupun emosional. Selanjutnya,
yang ketiga adalah afiliasi. Motif afiliasi ditandai dengan kecemasan tentang
kepuasaan dari proses yang dijalani, membangun sesuatu bersama, memeliharanya
dan mengembangkan sikap positif dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
B. PERSPEKTIF ATAS
MOTIVASI
Menurut Santrock (2009) perspektif
psikologis yang berbeda menjelaskan motivasi secara berbeda. Berikut masing –
masing perspektif memandang tentang motivasi :
1.
Perspektif Ilmu
Perilaku
Menekankan pada penghargaan dan hukuman sebagai kunci
menentukan motivasi secara ekstrinsik siswa. Insentif merupakan suatu stimulus
atau kejadian positif maupun negatif dan berpengaruh pada motivasi siswa.
2.
Perspektif Humanistik
Menekankan kapasitas siswa untuk
pengembangan pertumbuhan pribadi dan diberikan kebebasan untuk memilih nasib
sendiri – sendiri. Perspektif ini diasosiasikan dengan teori kebutuhan hirarki kebutuhan
dasar Abraham Maslow dengan urutan berikut : kebutuhan paling dasar adalah
kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta dan memiliki, harga diri serta
aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan paling tinggi
yaitu untuk mengembangkan sepenuhnya potensi diri.
3.
Perspektif Kognitif
Menekankan pada pemikiran mengenai pembahasan
motivasi. Perspektif kognitif mengajukan konsep motivasi kompetensi. Motivasi
kompetensi merupakan gagasan bahwa orang akan termotivasi untuk menangani
lingkungan secara lebih efektif dan untuk memproses segala informasi secara
lebih efisien.
4.
Perspektif Sosial
Menekankan pada afiliasi atau hubungan adalah motif untuk
menjalin keterhubungan yang baik dengan orang lain. Siswa di sekolah dengan
dukungan hubungan interpersonal yang penuh perhatian akan memiliki sikap dan
nilai akademis lebih positif serta lebih puas berada di lingkungan sekolah.
C. JENIS - JENIS MOTIVASI
Menurut Hadriana, Ismail dan Mahdum (2013) terdapat dua jenis motivasi seperti yang diidentifikasi
oleh psikolog, yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. Menurut
Bruner (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) motivasi intrinsik berupa kesukarelaan yang didorong oleh kesenangan, keinginan, minat dan faktor internal individu. Contohnya, siswa yang tertarik untuk belajar dan bersemangat untuk menguasai konten pembelajaran
maka siswa tersebut akan
belajar lebih keras dan selalu memiliki dorongan untuk menyelesaikan tugas
mereka. Motivasi intrinsik berkaitan dengan rasa ingin tahu dan dorongan batin
untuk mencapai tujuan belajar di sekolah. Namun, tidak semua motivasi intrinsik diciptakan oleh
alam. Ada juga satu set motivasi intrinsik yang dibentuk oleh tujuan mendapatkan kesenangan pribadi
dan menyenangkan dalam memperoleh baru pengalaman belajar.
Siswa yang didorong oleh motivasi
intrinsik dapat dilihat oleh karakteristik dan kecenderungan menghadapi tantangan
proses belajar. Ketika siswa siswi
banyak mendapatkan insentif dalam proses pembelajaran maka siswa siswi tersebut
memenuhi kecenderungan motivasi untuk kepuasan diri bukan hanya mendapatkan
nilai baik untuk mendapatkan pengakuan. Motivasi instrinsik yang dimiliki
digunakan untuk memecahkan
masalah dan bukan mengandalkan bantuan guru (bimbingan). Seorang guru dalam proses
pembelajaran harus mampu melihat dan memahami potensi siswa siswi yang memiliki
motivasi instrinsik untuk
tujuan akademik. Guru harus mengambil keuntungan dari motivasi intrinsik siswa dengan menciptakan iklim belajar
memuaskan, menyediakan kegiatan pembelajaran pada pembelajar yaitu siswa
siswi dengan memberikan
kesempatan belajar bagi para siswa. Sehingga siswa sisiwi akan melihat diri sendiri sebagai
pribadi yang mampu untuk terhubung pada pembelajaran yang sukses, mengembangkan
perasaan positif akan
mempengaruhi siswa untuk bekerja dengan tekun untuk mencapai prestasi dan kelas lebih tinggi. Motivasi intrinsik seperti pujian atau
apresiasi tetap menjadi efektif karena ia bekerja sebagai dorongan dan dukungan positif untuk siswa yang sudah memiliki
motivasi instrinsik yang berpotensi (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013).
Menurut Putih (dalam Palmer, 2005) yang membahas
tentang teori motivasi intrinsik, seseorang akan merasa senang secara naluriah ketika belajar dan mendapatkan sesuatu yang baru atau berhasil menyelesaikan sebuah
tugas belajar. Hal ini
menciptakan perasaan percaya diri dan penguasaan yang memperkuat diri, sehingga siswa siswi akan lebih cenderung untuk terlibat dalam
kegiatan pembelajaran di masa mendatang, hanya untuk memperoleh kenikmatan untuk berhasil. Menurut Deci dkk
(dalam Palmer, 2005) motivasi
intrinsik umumnya dianggap lebih efektif dalam mempromosikan belajar dan prestasi. Lepper dan Hodell (dalam Palmer, 2005)
berpendapat bahwa motivasi
intrinsik dapat ditingkatkan melalui memberikan tantangan, rasa ingin tahu, fantasi, dan mengatur kontrol selama memberikan bimbingan dalam
belajar.
Jenis motivasi kedua
adalah motivasi ekstrinsik akan mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu yang
bermanfaat. Motivasi ekstrinsik tumbuh dari rangsangan eksternal untuk memindahkan individu
menjadi lebih menarik dalam kegiatan yang akan membawa manfaat besar bagi dia. Motivasi ekstrinsik dapat
dirangsang dalam bentuk sederhana pujian, insentif, hadiah, nilai dan lingkungan yang kondusif dan iklim yang
mendorong siswa untuk belajar. Di dalam kelas, guru perlu mengetahui jenis penguatan yang akan digunakan
dan seberapa sering harus diberikan. Penguat dapat diberikan secara teratur, seperti pujian sering atau ajakan
dukungan. Menurut Kazdin (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) penguatan akan lebih efektif jika secara
teratur diberikan pada keadaan awal belajar. Oleh karena itu, sangat baik untuk memberikan pujian dan dukungan terutama ketika siswa mulai belajar. Menurut Hofstede
(dalam Nukpe, 2012) berdasarkan pembagian jenis – jenis motivasi maka hal yang
diperhatikan memahami tentang motivasi siswa siswi yaitu pertama, memperhatikan
pula potensi motivasi siswa siswi baik secara motivasi intrinsik maupun
motivasi ekstrinsik sebagai hal yang penting untuk dipertimbangkan. Kedua,
memperhatikan pola interaksi atau hubungan interpersonal guru dengan siswa,
menerapkan menggunakan model tutor maupun model budaya dominan yang menekankan
terdapat jarak antara guru dengan siswa. Menurut Nukpe (2012) mengatakan bahwa
adanya motivasi menunjukkan
bahwa terdapat keselarasan tentang "kesetaraan-kedekatan" sehingga menciptakan
keterhubungan. Keterhubungan tersebut menjadi motivasi yang lebih kuat.
D. LIMA PROSES KOGNITIF
(MOTIVASI)
Menurut Santrock (2009) terdapat lima proses kognitif mengenai motivasi baik
motivasi intrinsik maupun ekstrinsik.
1.
Teori Atribusi
Atribusi adalah faktor penyebab yang
menentukan hasil. Contohnya adalah siswa berkata,” Mengapa saya tidak berhasil
memperoleh nilai baik di kelas ini?”. Beberapa hal menyebabkan keberhasilan
maupun kegagalan individu dalam meraih tujuannya seperti kemampuan, usaha,
kemudahan tugas, keberuntungan, suasana hati dan adanya gangguan dari orang
lain. Menurut Bernard Weiner (dalam Santrock, 2009) terdapat tiga dimensi yang
menyebabkan munculnya atribusi yaitu lokus, stabilitas dan kemampuan
mengendalikan. Lokus merupakan penyebab internal maupun eksternal terhadap
individu, stabilitas merupakan tingkat pemikiran bahwa penyebab selalu stabil
(contoh: mengalami kegagalan setiap kali berusaha dan menganggap diri selalu sial
karena kejadian tidak menyenangkan terulang) dan kemampuan mengendalikan
memandang bahwa individu mampu mengontrol dan mengendalikan penyebab.
2.
Mastery
Motivation (Motivasi dalam menguasai sesuatu)
Merupakan sikap mental personal yang
meliputi kemampuan menguasai tugas tugas yang dibebankan, memiliki efek positif
dan berorientasi pada solusi penyelesaian dengan menyusun strategi strategi
tertentu dan pernah berhasil menggunakannya di masa lalu.
3.
Efikasi Diri
Merupakan keyakinan yang dimiliki oleh
individu untuk dapat menguasai situasi tertentu dan memberikan hasil positif. Contoh
efikasi diri berkeyakinan bahwa “ Saya bisa” dan keputusasaan adalah keyakinan
bahwa “Saya tidak bisa”.
4.
Penetapan Tujuan,
perencanaan dan pemantauan diri
Siswa yang memiliki tujuan melibatkan
ego untuk berjuang secara optimal mengevaluasi yang menguntungkan dan
meminimalisirkan yang tidak menguntungkan. Perencanaan untuk guru penting
dilakukan untuk memasukkan tujuan – tujuan pembelajaran yang berfokus pada
tugas. Perencanaan terhadap siswa juga dilakukan untuk siswa siswi memiliki
dorongan dalam merencanakan pencapaian tujuan para siswa tersebut. Siswa dapat
diberikan lembar pelaporan diri tentang kegiatan yang menjadi sebagai lembar pemantauan
diri dan bahan evaluasi sebagai bentuk pertanggungjawaban siswa tersebut
terhadap perilakunya.
5.
Ekspetasi
Menekankan pada keyakinan individu
mengenai peluang keberhasilan yang akan diraih.
E. FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI MOTIVASI
Palmer dkk (dalam Williams
dan Williams tahun 2012) menjelaskan
bahwa terdapat lima
unsur utama yang berpengaruh terhadap munculnya motivasi siswa dalam menempuh pendidikan yaitu faktor siswa tersebut, guru yang memberikan
pengajaran, konten yang diajarkan, metode dalam menyampaikan
konten (proses belajar mengajar) serta peran lingkungan yang mendukung. Misalnya, siswa harus memiliki
kemampuan mengakses ilmu pengetahuan sehingga berdampak pada prestasi dan nilai pendidikan. Selanjutnya guru harus diberikan pelatihan dengan baik sehingga mampu fokus dan mengarahkan proses pendidikan menjadi berdedikasi.
Guru harus bersikap responsif terhadap para siswanya serta menjadi inspirasi atau teladan yang
baik. Selanjutnya suatu konten pembelajaran harus akurat, tepat waktu dan berhubungan
dengan kebutuhan siswa saat ini dan masa depan. Metode atau proses dalam menerapkan sistem pendidikan harus inventif, mendorong, menarik,
bermanfaat, dan menyediakan alat-alat yang dapat diterapkan untuk kehidupan nyata
siswa. Lingkungan yang mendukung mudah untuk diakses, aman, positif, dan mampu memberdayakan potensi pendidikan.
Kelima unsur tersebut menjadi faktor penting yang berdampak pada motivasi siswa
dalam menempuh pendidikan. Dukungan kelima unsur tersebut mendorong motivasi
individu dalam bertindak.
Menurut Boshier, Morstain dan Smart ( dalam Merriam dan Caffarella; Roger 2009) terdapat
enam faktor yang berpartisipasi mempengaruhi motivasi individu dalam belajar
yaitu :
1.
Hubungan sosial. Adanya hubungan sosial membuat individu menjalin interaksi
sosial dengan teman-teman dan bertemu orang lain.
2.
Harapan eksternal. Motivasi juga dipengaruhi oleh kesesuaian dengan
otoritas keinginan orang lain dalam menentukan suatu hal.
3.
Kesejahteraan sosial. Kesejahteraan merupakan keinginan untuk melayani
orang lain dan atau masyarakat demi mewujudkan keinginan untuk membahagiakan
orang lain sebagai bentuk pengabdian.
4.
Profesional Kemajuan. Keinginan untuk lebih memajukan peningkatan pekerjaan
atau berkarya lebih profesional.
5.
Stimulasi: untuk mengurangi kebosanan dan / atau untuk melarikan diri rumah
atau rutinitas kerja.
6.
Tujuan kognitif: belajar demi belajar itu sendiri.
Merriam & Cafferella menyatakan bahwa
studi motivasi berfokus pada perspektif psikologi yang telah mengkategorikan hambatan pembelajaran terjadi karena faktor
situasional (tergantung pada situasi seseorang
pada waktu tertentu), kelembagaan (semua
praktek dan prosedur yang mencegah orang dewasa dari
partisipasi), disposisional atau
psikososial (orang sikap tentang diri dan belajar) dan informasi (orang tidak menyadari pendidikan kegiatan yang tersedia). Kategorisasi
lebih didasarkan pada struktur sosial yaitu kondisi geografis,
faktor demografi, kondisi sosial-ekonomi dan pendidikan dan kebudayaan. Pada faktor kondisi geografis berkaitan dengan
pembagian wilayah yaitu antara perkotaan, pinggiran kota dan pengaturan pedesaan dalam kaitannya dengan
kesempatan pendidikan. Faktor demografi meliputi umur dan jenis kelamin, yang mempengaruhi yang berpartisipasi dan
tidak berpartisipasi dalam pembelajaran orang dewasa. Faktor kondisi sosial ekonomi dan pendidikan berhubungan
dengan latar belakang seseorang dan tempat dalam masyarakat. Penentu
budaya biasanya menghalangi kelompok minoritas untuk berpartisipasi kurang dari
kelompok mayoritas pada pembelajaran orang dewasa (Roger, 2009)
Teori selanjutnya
adalah faktor yang mempengaruhi motivasi terdiri dari tiga komponen yaitu
komponen harapan, komponen nilai dan komponen afektif.
1. komponen harapan merupakan faktor yang
mempengaruhi motivasi dengan keyakinan siswa tentang kemampuan siswa untuk
melakukan tugas dan menyelesaikan tugas.
2. komponen nilai merupakan faktor yang
mempengaruhi motivasi sebagai komponen yang mencakup tujuan dan keyakinan siswa
tentang pentingnya tugas bagi siswa tersebut.
3. komponen afektif merupakan faktor yang
mempengaruhi motivasi yang meliputi reaksi emosional siswa menerima dan
mengerjakan tugas (Pintrinch dan Elisabeth, 1990).
F. PERAN MOTIVASI PADA
PEMBELAJAR
Berdasarkan pada
kasus keluhan siswa siswi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di SMA 3
Semarang mengenai siswa siswi yang kesulitan menggunakan bahasa pengantar mata
pelajaran bahasa Inggris dan tuntutan nilai KKM minimal 75 menjadikan siswa
siswi merasa keberatan mengikuti mata pelajaran fisika. Hal tersebut
dikarenakan motivasi siswa siswi yang menurun sebagai pembelajar. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Meizuvan Khoirul Arief, Langlang Handayani,
Pratiwi Dwijananti pada tahun 2012 di SMA Negeri 3 Semarang bahwa fenomena tentang motivasi siswa siswi yang
kurang karena kesulitan belajar fisika khususnya dalam hal penguasaan konsep
bahwa guru memiliki peran yang sangat kuat saat menerapkan metode belajar (Arief,
2012). Berdasarkan penelitian ini mendapatkan dukungan dari teori yang
diungkapkan oleh Palmer dkk (dalam Williams dan Williams tahun 2012)
bahwa kelengkapan unsur
siswa, guru, konten yang diajarkan, metode dalam menyampaikan
konten serta peran lingkungan yang saling
mendukung akan meningkatkan motivasi pembelajar.
Seorang guru dalam proses
pembelajaran yang mampu melihat dan memahami potensi motivasi intrinsik siswa
siswi. Guru harus mengambil keuntungan dari motivasi intrinsik siswa
dengan menciptakan iklim belajar memuaskan, menyediakan kegiatan pembelajaran
pada pembelajar yaitu siswa siswi dengan memberikan kesempatan belajar bagi para siswa. Sehingga siswa sisiwi akan melihat diri sendiri sebagai
pribadi yang mampu untuk terhubung pada pembelajaran yang sukses, mengembangkan
perasaan positif akan
mempengaruhi siswa untuk bekerja dengan tekun untuk mencapai prestasi dan kelas lebih tinggi. Motivasi intrinsik seperti pujian atau
apresiasi tetap menjadi efektif karena ia bekerja sebagai dorongan dan dukungan positif untuk siswa yang sudah memiliki
motivasi instrinsik yang berpotensi (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013).
Lieberman (dalam Schultheiss dan Kollner (2008) memiliki pendapat bahwa motif
individu dan lingkungannya berhubungan dengan dasar intuisi sosial dan hubungan interpersonal tidak hanya dengan
guru dan siswa melainkan dengan lingkungannya sehingga mempengaruhi perilaku
dalam merespon sesuatu. Melalui
gairah emosional ini terkait dengan rangsangan, motif juga mempengaruhi pembelajaran tentang
konteks situasional tersebut. Motif yang lemah membuat siswa siswi akan
merasa kesulitan sulit untuk belajar dan mengingat rangsangan (menyerap ilmu
pengetahuan atau konten pelajaran), berperilaku dan untuk hasil yang dicapai
mengenai kesuksesan maupun kegagalan melibatkan sisi afektif dari hubungan
interpersonal. Siswa siswi merasakan hal yang sama merasa kesulitan dalam mengikuti
pelajaran fisika. Menurut Cantor dan Blanton (dalam Schultheiss dan Kollner (2008) sebagai akibatnya, orang-orang dengan motif yang
lemah dalam domain motivasi yang diberikan kurang mampu
mengoptimalkan intuisi
internal dan memerlukan secara eksplisit untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
rencana tindakan saat mengejar gol tujuan.
Engeser & Rheinberg (dalam Shernoff; Schultheiss dan Kollner (2008) mengungkapkan bahwa lingkungan belajar
memberikan pengaruh di lingkup pembelajar sehingga lingkungan belajar melibatkan motif
implisit siswa siswi menanamkan rasa yang senasib di kalangan pelajar. Lingkungan belajar memberikan dukungan
dan menyebabkan hasil
akademik lebih unggul.
Penelitian
klasik yang dilakukan oleh McKeachie (Schultheiss dan Kollner (2008) menunjukkan bahwa siswa yang berafiliasi secara sosial mampu termotivasi untuk mencapai nilai sangat baik di ruang kelas di mana guru memupuk kerja
kelompok dan jenis-jenis kolaboratif belajar. Kekuatan motivasi siswa siswi dari guru memberikan daya yang memungkinkan siswa siswi untuk menjalin
keterhubungan dengan orang
lain melalui diskusi kelas dan kesempatan untuk membujuk yang lain supaya
merasakan motif yang dirasakan sehingga siswa – siswi yang termotivasi melakukan pencapaian prestasi
secara optimal dalam menempuh pendidikan.
Penelitian pendidikan terapan ditinjau oleh
Rheinberg dan Engeser (Schultheiss dan Kollner (2008) menunjukkan bahwa dengan menetapkan
dukungan yang sesuai, guru dalam menetapkan konten dan melaksanakan
pembelajaran dalam proses pendidikan dapat mengubah motif siswa. Guru yang menerapkan umpan balik kinerja pembelajar dengan membandingkan kinerja siswa siswi saat ini dengan kinerja sebelumnya dan menghubungkan kemunduran dalam proses
pembelajaran (evaluasi konten dan proses pembelajaran akan mendorong siswa siswi memiliki
prestasi tinggi. Sebaliknya, guru yang menggunakan norma
dengan membandingkan kinerja siswa dengan siswa yang lainnya dan menghubungkan kegagalan dan keberhasilan siswa siswinya maka kurang efektif
untuk pengembangan diri serta kemajuan prestasi siswa siswi. Pentingnya
memperhatikan guru memahami dan menerapkan keilmuan dalam proses pendidikan
dengan melihat kinerja siswa siswi antara sebelum dan sesudah mengikuti
pembelajaran bukan dengan cara membandingkan antar siswa siswi karena hal
tersebut sangat mempengaruhi motivasi pembelajar dalam proses pendidikan.
Menurut Crookes dan Schmidt (dalam Koltai, 2012) bahwa
memberikan pemahaman tentang keilmuan harus memperhatikan pembuatan kurikulum
dan sesuai dengan motivasi melibatkan empat hal. Empat hal tersebut adalah microlevel
identification, tingakatan kelas,
tingkatan kurikuler dan outdoor class. Microlevel identification merupakan
identifikasi dari tingkatan terkecil yaitu per individu, memahami lata
belakangnya dan lain lain. Memperhatikan tingkatan kelas sesuai dengan standar
tertentu yang telah disepakati sebagai standar pencapaian. Tingkatan kurikuler
yaitu meningkatkan motivasi dengan situasi yang menyenangkan dan sesuai dengan
minat siswa. Selanjutnya adalah outdoor class, membuat suasana bagi
pembelajar di luar kelas supaya lebih mampu melihat dan memperhatikan ilmu
pengetahuan secara lebih luas.
Berdasarkan hasil penelitian (Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) menunjukkan bahwa tingkat motivasi siswa dalam belajar mandiri masih cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu diberikan pemahaman yang lebih baik pada siswa untuk memiliki motif yang jelas dalam belajar,
bersama-sama dengan dukungan dari guru dengan menyampaikan konten pembelajaran
menggunakan metode yang memuaskan serta dukungan yang komprehensif dari lingkungan belajar. Penelitian oleh Azilah Arshad (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) yang menunjukkan bahwa pemikiran yang buruk ketika siswa belajar, siswa akan
cenderung gagal untuk
menekankan arah cara belajar dengan cara yang benar. Berdasarkan
penelitian ini terdapat
temuan bahwa siswa tidak akrab dengan budaya belajar mandiri, siswa lebih nyaman dengan sikap dominan
guru dalam proses belajar mengajar, sehingga siswa gagal mengoptimalkan
motivasi instrinsik untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pengajaran dan pembelajaran situasi atau lingkungan bagi
pembelajar itu sendiri
harus memberikan kesempatan bagi tumbuhnya potensi siswa siswi dalam belajar.
Menurut Habibah Elias (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) siswa harus terlibat secara aktif dalam pembelajaran dan proses pengajaran karena potensi mereka akan gagal untuk
tumbuh jika mereka tidak sepenuhnya memanfaatkan untuk menerapkan keterampilan. Hal ini konsisten dengan pandangan yang
diberikan oleh Abedah Ismail dan Norhaini Abedah (dalam Hadriana, Ismail dan Mahdum, 2013) yang menekankan pada pentingnya lingkungan belajar sebagai faktor pendorong untuk meningkatkan
proses pembelajaran. Pada waktu bersamaan adalah penting bagi guru untuk
memberikan bimbingan yang tepat dan dorongan, sehingga siswa dapat meningkatkan
motivasi mereka dan semangat memperoleh informasi pembelajaran
baru. Penelitian Abedah Ismail dan Norhaini Abedah ini memiliki beberapa rekomendasi yaitu :
1. Sekolah harus menyediakan lingkungan bagi
siswa yang menyenangkan.
2. Kementerian Pendidikan harus melatih guru
menjadi kreatif untuk mendorong siswa melalui teknologi untuk meningkatkan
motivasi intrinsik dan ekstrinsik para siswa sehingga siswa dapat memberikan kontribusi
meningkatkan prestasi.
3. Guru harus membangun hubungan dengan siswa
dan memberikan bimbingan bagi mereka bagaimana melakukan belajar mandiri untuk
meningkatkan keterampilan siswa siswi.
Menurut Dickinson (1995) motivasi memiliki hubungan kausalitas
dengan keberhasilan dalam belajar. Ellis (dalam Dickinson,1995)
berpendapat bahwa motivasi yang menghasilkan keberhasilan pembelajaran atau pembelajaran yang
sukses yang meningkatkan motivasi. Menurut Wang dan Palincsar (dalam Dickinson,1995)
menyatakan bahwa para siswa yang menerima
tanggung jawab untuk diri mereka sendiri mewujudkan keberhasilan maupun kegagalan
dalam belajar, keberhasilan meningkatkan persepsi diri mereka sendiri secara kompetensi sehingga meningkatkan
motivasi para siswa tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Deci dan Ryan
(dikutip oleh Harter dan Connell dalam Dickinson,1995) menyarankan bahwa "meningkatkan
pembelajaran akan memiliki efek tambahan yaitu lebih meningkatkan motivasi
intrinsik sehingga menciptakan semacam efek positif ". Para peneliti
kemudian berpendapat bahwa keberhasilan dalam belajar meningkatkan motivasi. Dweck
(dalam Dickinson,1995) menekankan bahwa keberhasilan belajar saja
tidak cukup untuk membuat atau meningkatkan sikap motivasi yang produktif. Mengembangkan
dan meningkatkan motivasi produktif bagi peserta didik memerlukan prosedur
"menggabungkan tantangan, dan bahkan kegagalan dalam belajar ".
Selain itu, memerlukan penyebab yang mendasari motivasi. Misalnya,
mengajarkan para siswa untuk berupaya atau menyusun strategi menghadapi
kegagalan sehingga terbukti menghasilkan perubahan yang cukup besar dalam
ketekunan sebagai pembelajar. Bagi siswa yang kurang berhasil mengoptimalkan
motivasinya dapat dilatih untuk mengadopsi model yang lebih efektif membangkitkan
motivasi. Salah satu yang mengklaim banyak keberhasilan adalah proyek
penelitian Carnegie. Proyek ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi anak-anak
sekolah dasar di St. Louis, Amerika Serikat. Metode penelitian eksperimental penelitian
ini melibatkan pelatihan guru dalam memotivasi yang kemudian dipergunakan guru
untuk mengajar anak-anak di kelas keenam dan ketujuh dan digunakan untuk
meningkatkan motivasi. Pelatihan motivasi bertujuan untuk membantu anak-anak
untuk mengurangi perilaku karena merasa kurang bersemangat. Melalui
pengembangan realistis dengan menetapkan tujuan, perencanaan, tanggung jawab
pribadi, perasaan penyebab pribadi dan rasa percaya diri membuat anak-anak
menyadari perasaan negatif terkait dengan motivasi diri (Dickinson, 1995).
Oleh karena itu Gardner pembahasan tentang motivasi berhubungan erat dengan pembelajaran
di kelas. Faktor utama yang sangat mempengaruhi motivasi adalah para siswa,
guru, kurikulum dan proses pembelajaran yang berkembang saat
mengimplementasikannya (Koltai, 2012).
BAB III
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari beberapa
jurnal tersebut dapat disimpulkan bahwa motif internal dan eksternal pada
siswa siswi harus
dimobilisasi untuk mendukung pembelajaran kegiatan belajar. Motif internal yang tinggi, didukung oleh lingkungan belajar
yang kondusif akan menciptakan iklim yang lebih baik dan mampu mendongkrak prestasi siswa. Hal ini disebabkan fakta bahwa siswa
belajar berdasarkan kebutuhan sendiri dan keinginan pribadi, bukan karena dipaksa atau diarahkan oleh orang
lain. Selain itu, penyediaan informasi dengan bantuan teknologi akan mempercepat eksplorasi informasi sehinga siswa siswi mudah terlibat dalam proses belajar. Dengan demikian, ini relatif menciptakan
situasi belajar mengajar yang aktif, serta sebagai memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Arief Dkk. (2012). Identifikasi Kesulitan Belajar
Studi Kasus Di RSMABI Se Kota Semarang. Unnes Physics Education Journal. Vol 2,
Hlm. 1-6
Arquero Dkk. (2009). Motives, Expectations, Preparedness And Academic
Performance: A Study Of Students Of Accounting At A Spanish University. Journal Revista De Contabilidad-Spanish Accounting. Vol 12, Hlm. 279 – 299
Dickinson, L. (1995). Autonomy
And Motivation. Pergamon Journal.Vol
23, Hlm. 165 – 174
Garris Dkk. (2002). Games, Motivation, And Learning: A Research And Practice Model. Simulation & Gaming Journal. Vol 33,
No 4, Hlm. 441 -467
Hadriana, Mohd. Arif Ismail Dan Mahdum. (2013). The Relationship Between
Motivations And Self-Learning And The English Language Achievement In Secondary
High School Students. Asian Social
Science; Vol. 9, No. 12, Hlm 1 -8
Nukpe,P.
(2012). Motivation: Theory And Use In
Higher Education. Investigations |
In University
Teaching And Learning Journal.Vol 8, Hlm. 11 -17 |
Palmer. (2005). A Motivational View Of Constructivistinformed Teaching.
International Journal Of Science Education. Vol. 27, No. 15, 16 December
2005,Hlm. 1853–1881
Pardee, R. (1990). Motivation
Theories Of Maslow, Herzberg, Mcgregor & Mccllelland. A Literature Review
Of Selected Theories Dealing With Job Satisfaction And Motivation. Educational Resources Information Center
(Eric) Journal, Hlm. 1-24
Pintrich Dan Elisabeth. (1990).
Motivational And Self-Regulated Learning Components Of Classroom Academic
Performance. Journal Of Educational
Psychology. Vol 82, No. 1, Hlm. 33 – 40
Roger. (2009). Investigations In
University Teaching And Learning. European
Society For Research The Education Of Adults
Journal. Hlm. 905 - 915 |
Santrock, JW.
(2009). Psikologi Pendidikan = Educational
Psychology. Jakarta
: Salemba Humanika |
|
Schultheiss
& KΓΆllner. (2008). Implicit Motives, Affect, And The Development Of
Competencies: A Virtuous-Circle Model Of Motive-Driven Learning. Handbook Of Emotions And Education, Hlm. 1-41
Williams Dan Williams. (2012). Five Key Ingredients For Improving Student
Motivation. Research In
Higher Education Journal, Hlm. 1-23
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar