- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
TEORI PSIKOLOGI EKSISTENSIAL
Ditulis oleh:
Vici Prihmaningrum AM S.Pd, MA dan Adinar Fatimatuzzahro S. Psi, MA
PEMBAHASAN
SEBUAH. Sejarah Psikologi Eksistensial
Psikologi eksistensial berawal dari kajian filsafat yang diawali dari Soren Kierkegaard tentang eksisitensi manusia. Sebelum psikologi modern membuka dirinya pada pemikiran ( mazhab pemikiran ) berbasis emosi dan spiritual yang transenden, psikologi terlebih dahulu, terlebih dahulu oleh ide-ide humanistik. Psikologi humanistik berpusat pada diri, holistik, terobsesi pada aktualisasi diri, serta mengajarkan optimisme mengenai kekuatan untuk mengibah diri mereka sendiri dan masyarakat. terdapat gerakan eksistensialisme pada abad ke-19 yang dikemukakan oleh seorang filsuf bernama Soren Kierkegaard. dalil Utama eksistensialisme adalah keberadaan ( keberadaan ) individu manusia yang bersifat subjektif. (Hambali, 2013: 203)
Psikologi
eksisitensial adalah ilmu pengetauan empiris tentang eksistensi manusia yang
menggunakan metode analisis fenomenologis. Psikologi eksistensial ini bertentangan
dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari ilmu-ilmu pengetahuan alam
dalam psikologi. (Hambali, 2013: 204)
B. Prinsip
Psikologi Eksistensial
Psikologi
eksisitensial tidak mengonsepsikan perilaku sebagai akibat dari perangsangan
dari luar dan kondisi-kondisi badaniah dalam manusia. Seorang individu bukanlah
mangsa lingkungan dan bukan pula makhluk yang terdiri atas insting, kebutuhan,
dan dorongan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, dan hanya dia sendiri
yang bertanggung jawab terhadap eksiitensinya. Manusia dapat mengatasi
lingkungan ataupun badan fisiknya apabila ia memang memilih begitu. Apa saja
yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri. Di sendirilah yang menentukan akan
menjadi apa dan apa yang akan dilakukannya. (Hambali, 2013: 206)
Psikologi
eksisitensial ini menjabarkan psikologi yang dilandaskan pada fakta primodial
dari dunia pribadi yang bermakna yang menjadi sasaran dari segenap aktivitas.
Salah satu dalil dasar psikologi eksistensial adalah setiap manusia unik dalam
kehidupan batinnya, dalam emmersepsi dan mengevaluasi dunia, dan dalam bereaksi
terhadap dunia. Perhatiannya adalah pada kesadaran, perasaan, suasana perasaan,
dan pengalaman pribadi individual yang berkaitan dengan keberadaan
individualnya dalam dunia dan di antara sesamanya. Inti dari perspektif ini
adalah melihat manusia secara keseluruhan sebagai subjek. (Hambali, 2013: 207)
Psikologi
eksistensial bertentangan dengan pemakaian konsep kausalitas yang berasal dari
ilmu-ilmu pengetahuan alam dalam psikologi. Tidak ada hubungan sebab akibat
dalam eksistensial manusia, yang ada hanya rangkaian urutan tingkah laku,
tetapi tidak bisa menurunkan kausalitas dari rangkaian tersebut. Psikologi
eksisitensial mengganti konsep kausalitas dengan konsep motivasi. (Hambali,
2013: 207)
1. Srtktur
eksistensi
a. Ada-di-Dunia
(Dasein)
Ada-di-Dunia (Dasein) adalah dasar
fundamental dalam psikologi eksistensial yang merupakan keseluruhan eksistensi
manusia, bukan merupakan milik atau sifat seseorang. Sifat dasar dasein adalah keterbukaannya dalam
emnerima dan memberikan respon terhadap apa yang ada dalam kehadirannya.
Manusia tidak memiliki eksistensi terlepas dari dunia dan sebaliknya. Dunia
manusia memiliki eksisitensi meliputi tiga wilayah berikut: (Hambali, 2013:
208)
1) Umwelt (dunia
biologis, “limgkungan”), yaotu dunia objek di sekitar kita, dunia natural. Termasuk
dalam umwelt adalah kebutuhan
biologis, dorongan, naluri, yaitu dunia yang akan terus ada, tempat kita harus
menyesuaikan diri. Jadi, tidak hanya diartikan sebagai “dorongan” semata,
ettapi dihubungkan dengan kesadaran diri manusia.
2) Mitwelt (“dunia
bersama”), yaitu dunia perhubungan antarmanusia. Di dalamnya terdapat
perhubungan berupa interaksi manusiawi yang mengandung makna.
3) Eigenwelt (“dunia
milik sendiri”), yaitu kesadaran diri, perhubungan diri dan secara khas hadir
dalam diri manusia.
b. Ada-Melampaui-Dunia
Analisis eksisitensial mendekati
eksistensi manusia dengan tidak memakai pandangan lain selain bahwa manusia ada
di dunia, emmiliki dunia, dan ingin melampaui dunia. Istilah
melampaui/mengatasi dunia dikenal juga dengan transendensi yang merupakan
karakteristik khas dari eksistensi manusia serta merupakan landasan bagi
kebebasan manusia. (Hambali, 2013: 208)
2. Dasar
eksistensi
Para analis eksistensial menentang
asumsi-asumsi vitalisme dan materialisme, yang terdapat di dalam psikoanalisis
dan behaviorisme. Mereka menilai bahwa kedua aliran tersebut mengabaikan bukan
hanya keunikan manusia, tetapi juga nilai kemanusiaan dari manusia. Aspek-aspek
yang khas manusia, yang membedakannya dari hewan, seperti kehendak bebas,
pemaknaan atas dunia, kesadaran, subjektifitas, dan lain-lain, dilupakan atau
dikesampingkan oleh kedua aliran tersebut. atas dasar temuan-temuan
fenomenologi dan eksistensialisme, mereka lebih menekankan manusia sebagai
ada-dalam-dunia, sebagai kesadaran yang memiliki keunikan dan kebebasan.
(Abidin, 2007: 32-33)
Manusia dapat hidup dengan bebas, tetapi
bukan bebas tanpa batas. Salah satu batas adalah dasar eksistensi orang-orang
“dilemparkan”. Kondisi “keterlemparan” ini, yaitu cara manusia menemukan
dirinya dalam dunia yang menjadi dasarnya, merupaka nasibnya. (Hambali, 2013:
209-2010)
a. Rancangan
dunia
Rancangan dunia adalah istilah Binswanger untuk
menyebut pola yang meliputi cara ada di dunia seorang individu. Rancangan dunia
seseorang menentukan cara ia bereaksi etrhadap situasi khusus serta ciri sufat
dan simton yang akan dikembangkan.
b. Cara-cara
ada dunia
Ada banyak cara yang berbeda untuk ada di dunia,
setiap cara merupakan desain memahami, menginterpretasikan, dan mengungkap
dirinya.
c. Eksistensial
Disini Boss membicarakan sifat-sifat
yang melekat pada eksistensi manusia, yaitu spasialitas eksistensi,
temporalitas eksistensi, badan, eksistensi dalam manusia milik bersama, dan
suasana hati atau penyesuaian.
3. Dinamika
eksistensi
Psikologi eksistensial tidak
mengonsepsikan tingkah laku sebagai akibat dari luar dan kondisi badaniah dalam
manusia. Seorang individu memiliki kebebasan untuk memilih dan hanya dia
sendiri yang ertanggung jawab terhadap
eksistensinya. Jadi, apa saja yang dilakukannya adalah pilihannya sendiri dan
dia sendirilah yang menentukan akan menjadi apa dan apa yang akan dilakukan. (Hambali,
2013: 210)
4. Perkembangan
eksistensi
Konsep eksistensial perkembangan yang
paling penting adalah konsep tentang menjadi,
yaitu selalu berada dalam proses menjadi sesuatu yang baru, mengatasi diri
sendiri. Tujuannya adalah menjadi manusia sepenuhnya, yakni memenuhi semua
keinginan dasein. (Hambali, 2013:
210)
C. Kelemahan
dalam Psikologi Eksistensial
Salah
satu kritik terhadap psikologi eksistensial adalah ketika psikologi telah
diperjuangkan untuk membebaskan diri dari dominasi filsafat, justru psikologi
eksistensial secara terang-terangan menyatakan kemuakannya terhadap positivisme
dan determinisme. Para psikolog di Amerika yang telah memperjuangkan
kemerdekaan psikolog dari filsafat jelas menentang keras segala bentuk hubungan
baru dengan filsafat. Salah satu konsep eksistensial yang paling ditentang oleh
kalangan psikologi “ilmiah” adalah kebebasan individu untuk menjadi apa yang
diinginkannya. Jika benar, konsep ini sudah pasti meruntuhkan validitas
psikologi yang berpangkal pada konsep tentang tingkah laku yang sangat
deterministik. Jika manusia benar-benar bebas menentukan eksistensinya, seluruh
prediksi dan kontrol akan menjadi mustahil dan nilai eksperimen menjadi sangat
terbatas. (Hambali, 2013: 214)
D. Tokoh
Psikologi Eksistensial
1. Soren
Kiekergaard
Soren Keikergaard adalah seorang
filsuf, pandangannya terhadap eksistensialisme yaitu menekankan pada keseimbangan
antara kebebasan dan tanggung jawab. Manusia mendapatkan kebebasan untuk
bertindak dengan memperluas kesadaran dirinya, kemudian dengan mengambil
tanggung jawab atas tindakannya. (Feist, 2010: 47)
2. Ludwig
Binswanger
Ludwig Binswanger mendefinisikan analisis
eksistensial sebagai analisis fenomenologis tentang eksistensi manusia yang
aktual. Tujuannya adalah rekontruksi dunia pengalaman batin. Binswanger adalah
terapis pertama yang menekankan sifat dasar eksistensial dari tipe krisis yang
dialami pasien dalam pengalaman terapi. Binswanger pada dasarnya berjuang untuk
menemukan arti dalam penyakit gila dengan menerjemahkan pengalaman para pasien
dalam teori psikoanalisis. (Hambali, 2013: 204)
3. Medard
Boss
4. Rolly
May
Rollo may adalah psikolog Amerika
yang etreknal dengan teori eksistensial
fenomenologi dan takdir. Dia
percaya bahwa manusia adalah manusia bebas, tetapi tetap memiliki keterbatasan
yang tidak bisa dijangkaunya, seperti kematian, dan itulah yang disebut takdir.
Rolly May mencetuskan teori ini berdasarkan kasus yang ia rasakan dan
menjelaskan bahwa ada prisip dasar (kecemasan, rasa bersalah, intensionalitas,
kebebasan dan takdir, (Love & Will, dan mitos) dan tahap perkembangan
(kepolosan, pemberontakan, awan, dan kreatif) dari eksistensial fenomenologi
dan takdir. (Hambali, 2013: 237)
a. Kecemasan
Kecemasan menurut Rollo May merupakan
hal yang mendasar untuk menghilangkan motivasi. Kecemasan adalah
ketidakmenentuan yang semakin besar dari hari ke hari. Kecemasan timbul karena
perubahan traumatik yang dialami sebelumnya, yaitu hilangnya nilai-nilai
persaingan individu yang ditujukan pada kesejahteraan bersama yang digantikan
oleh persaingan antarindividu yang eksploitatif, hilangnya penghargaan atas
keutuhan pribadi yang digantikan oleh pembagian pribadi menjadi rasionalitas
dan emosionalitas (berpikir dianggap baik, mengalami emosi dianggap buruk),
hilangnya rasa berharga, rasa bermartabat, dan rasa diri dari
individu-individu. Individu yang cemas merasa bingung siapa dirinya dan apa
yang harus diperbuatnya. (Hambali, 2013: 242)
b. Rasa
bersalah
Rasa bersalah akan muncul ketika
manusia gagal dalam menyelesaikan sesuatu yang merupakan potensinya. (Hambali,
2013: 242)
c. Intensionalitas
Intensionalitas adalah struktur yang menjembatani
antara manusia dan lingkungannya. Intensionalitas berfungsi untuk membuat
seseorang memiliki pandangan untuk meraih masa depan. (Hambali, 2013: 242)
d. Kebebasan
dan takdir
Kebebasan adalah kapasitas manusia
untuk mengetahui bahwa dia adalah makhluk yang terbatas oleh takdir, sedangkan
takdir adalah hal-hal yang tidak diketahui manusia, tetapi terdapat di dalam
masa depannya. Ada dua jenis kebebasan menurut Rollo May, yaitu eksistensi dan
esensi. (Hambali, 2013: 243)
e. Love & Will
(Cinta dan Keinginan
Cinta termasuk dalam diamonik yang
tinggi, cinta mampu membuat motivasi yang besar terhadap pribadi seseorang.
Keinginan adalah hal penting untuk mewujudkan mimpi yang ada pada masa depan. (Hambali,
2013: 243)
f. Mitos
Mitos adalah hal abstrak yang membantu
seseorang untuk memahami kehidupan yang dialami, sekalipun kkita hanya
mendengarkan, tetapi belum pernah melihat langsung. (Hambali, 2013: 243)
g. Tahap
perkembangan
1) Kepolosan.
Hal ini terjadi pada usia bayi dimana kita tidak dapat mengatakan bahwa
kepolosan yang dikeluarkan itu salah atau benar.
2) Pemberontakan.
Tahap ini terjadi pada usia anak-anak dan remaja. Anak-anak suka memberontak
kepada orang dewasa ketika keinginannya tidak terpenuhi tetapi masih bisa
dibujuk untuk diam. Akan tetapi, pada masa remaja pemberontakan lebih sulit
dibendung karena pemikiran remaja mampu menalarkan dalam bentuk abstrak.
3) Awam. Tahap awam ini terjadi pada masa dewasa awal dimana manusia belajar untuk bertanggung jawab, tetapi tetap saja merasakan semua tanggung jawab sebagai beban yang sangat besar sebingga manusia pada tahap ini akan cenderung mengeluh.Kreatif. Pada tahap ini, manusia telah mencapapi keseriusan dan bertanggung jawab serta memiliki aktualisasi diri. Manusia memiliki keegoisan yang snagat rendah, pribadinya menjadi lebih santun, mampu menerima nasib, dan mampu menghadapi kecemasan dengan sikap berani. (Hambali, 2013: 243-244)
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal. 2007. Analisis Eksistensial sebuah pendekatan
alternatif untuk psikologi dan psikiatri. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hambali, Adang Hambali & Ujan Jaenudin. 2013. PSIKOLOGI KEPRIBADIAN Lanjutan (Studi atas Teori dan Tokoh Psikologi Kepribadian) . Bandung: Pustaka Setia
Jess, Feist & Gregory J. Feist. 2010. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika
Komentar
trimakasih mb dinar :-)
BalasHapusSama sama
Hapus