FEATURED POST

KONSEP DASAR PENDIDIKAN DALAM KONTEKS KESADARAN MASYARAKAT MUSLIM YANG BERLANDASKAN FALSAFAH BANGSA (PANCASILA)

 

Berikut ini contoh tugas mata kuliah admin gaes, semoga isi dan kandungan dalam tulisan ini membawa manfaat bagi pembaca :


KONSEP DASAR PENDIDIKAN DALAM KONTEKS KESADARAN MASYARAKAT MUSLIM YANG BERLANDASKAN FALSAFAH BANGSA (PANCASILA)

 

Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen : Dr. Usman,S.S, M.Ag.


BAB I

PENDAHULUAN

Rumusan pancasila yang termuat dalam pembukaan undang-undang Dasar 1945 jika dianalisis memang mempunyai landasan yang betul-betul kuat dan tumbuh subur dalam  kehidupan manusia, yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Kelima konsep ini disebut juga sebagai “inti mutlak” nya pancasila, yang bersifat abstrak umum universal, sedang variasi lain dalam setiap sila merupakan ciri khusus atau pengkhususannya, supaya landasan itu mempunyai arti kongkerit dan khusus dalam keadaan serta suasana tertentu sesuai dengan perkembangan alam pikiran yang dipengaruhi  oleh keadaan alam sekelilingnya.[1]

Antara Islam dan Pancasila, masing-masing memiliki nilai-nilai tersendiri. Dalam Islam nilai yang paling menonjol adalah nilai religious, karena Islam merupakan agama yang bersumber dari Allah swt. Sedangkan dalam Pancasila nilai yang paling menonjol sebagaimana yang ada pada kelima silanya, yakni ; ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadialan sosial. Pancasila sebagi suatu sistem filsafat adalah hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa indonesia, yang oleh bangsa indonesia dianggap, dipercayai dan diyakini sebagi suatu (kenyataan, norma-norma, kaidah-kaidah, nilai-nilai), yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, dan paling sesuai bagi bangsa indonesia. Indonesia merupakan Negara yang mayoritas masyarakatnya menganut agama Islam. Yakni agama yang berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di sisi lain, Indonesia juga memilki yang namanya Pancasila, yang merupakan dasar Negara Indonesia yang dijadikan pandangan hidup dan filsafat bangsa.

Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang berdasarkan atas al-Quran dan sunnah Rasul, bertujuan untuk membantu perkembangan manusia menjadi lebih baik. Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, (bertauhid) pendidikan alah upaya seseorang untuk mengembangkan potensi tauhid agar dapat mewarnai kualitas kehidupan pribadi seseorang.[2]

 

Di mata al-Quran, sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya hubungan antara kepercayaan kepada Allah dengan prinsip keadilan sosioekonomi adalah ibarat hubungan dua sisi mata uang yang sama. Jika jalan analisis ini dapat diterima, maka kemudian persoalannya adalah apakah pancasila bersedia atau tidak menaikan dirinya dengan mengambil nilai-nilai moral fundamental seperti diajarkan oleh agama-agama wahyu khususnya Islam. Seterusnya bila pancasila tetap seperti apa adanya dengan sila-silanya yang berderai-derai, maka barang kali akan sulaitlah baginya untuk mengklaim sebagai dasar falsafah Negara yang kukuh.[3]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Dasar Filsafat Pancasila

Pengertian filsafah pancasila adalah hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa indonesia yang dianggap, dipercaya, diyakini sebagai suatu (kenyataan norma-norma nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijak sana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa indonesia. Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dengan yang non religius, maka filsafah pancasila tergolong filsafah yang religius. Ini bearti bahwa filsafat pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya filsafat pancasila mengukur adanya kebenaran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebagai berikut:

1.      Kebenaran indra (pengetahuan biasa)

2.      Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan)

3.      Kebenaran filosifis (filsafat)

4.      Kebenaran feligius (reliji).[4]

Pengertian pancasila secara filsafat, apabila kita berbicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, filsafat sebagai metode dan filsafat sebagai suatu pandangan. Keduanya keduanya akan berguna sebagai ideologi pancasaila. Filsafat sebagai metode meninjukan cara berpikir dan cara mengadakan analisis yang dapat dipertanggung jawabkan untuk dapat menjabarkan ediologi pancasila. Filsafat pancasila dapat didefinisikan secara ringkas kritis dan rasional tentang pancasila sebagi dasar Negara dan kenyataan budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara dasar dan menyeluruh.[5]

Pancasila sebagai filsafat, berpendapat bahwa tuhan itu sungguh-sungguh ada, manuisa itu sungguh-sungguh ada, bahkan pancasila itu ada karena adanya tiga hal tersebut yaitu:, tuhan manusia dan benda, sebagai realitas.[6]

Filsafat hidup bangsa yang berfungsi sebagai pedoman hidup memang tepat bila dirumuskan dari inti-inti kehidupan bangsa sendiri, berupa jiwa bangsa yang tercermin ke luar sebagai kepribadian bangsa. Inti hidup manusia pada dasarnya berpangkal tolak pada hakikat kodrat manusia, sehingga sehingga pedoman hidup tersebut  bersifat manusiawi, dalam arti sesuai dengan kodrat manusia, dan tidak akan bertentanga dengan kehendak manusia.[7]

 

B.     Pandangan Pancasila Terhadap Manusia Dan Masyarakat

Masalah pokok dalam kehidupan manusia dalam masyarakat adalah bagaimana kita memberi arti dan bagaimana kita memandang hubungan antara manusia dengan masyarakat ini merupakan landasan falsafah bagi kehidupan  masyarakat, yang akan memberi corak dan warna dasar dari kehidupan masyarakat. Ada beberapa pandangan pokok mengenai hubungan manusia didalam masyarakatnya. Pandangan yang satu memberikan arti yang sanagat kuat kepada manusia sebagai pribadi. Pandangan ini menempatkan kebebasan individu dalam bakat yang berekelebihan. Dalam kehidupan bermasyarakat, dalam usaha untuk mencapai kemajuan manusia acap kali bergulat atau berhubungan dengan manusia lainya, dalam persaingan bebas yang kadang-kadang kejam yang tidak jarang mengakibatkan pendindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Ini akan membawa kecendrungan bahwa hanya yang kuatlah yang dapat hidup. Masyarakat yang demikian banyak menimbulkan kepincangan dan mendatangkan kegelisahan yang tidak hanya diketahui, melainkan tidak dapat kita setujui secara fundamental  oleh karena bertentang dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beadab, dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. [8]

 

C.    Kesadaran Masyarakat

Pendidikan politik di antaranya bermaksud untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Beberapa sasaran-sasaran yang hendak dicapai dalam kerangka ini adalah pemumpukan dan meningkatkan rasa kebersamaan, peningkatan dan pemumpukan kesadaran bertujuan Nasional seperti apa yang termaktub dalam pembukaan undang-undang 45. Dengan pendidikan politik ini juga menyadarkan masyarakat untuk lebih menjalin kuat akan kebersamaan, dan solidaritasnya kian kukuh.[9]

Masyarakat didik memiliki kebebasan untuk memilih nilai-nilai terbaik bagi dirinya. Sementara wewenang yang dimiliki oleh lembaga pendidikan hanya menilai dan memberikan pengakuan kepada peserta didik, tidak ada kewenangan hukum untuk memaksa. Dengan demikian sungguh pun lembaga pendidikan bersifat normative tetapi tidak totaliter dan otoriter, merupakan sifat hak asasi manusia.  Dalam uraian berikut penulis akan mnyajikan beberapa dasar pemikiran tentang filsafat pendidikan Islam yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan kesadaran masyarakat akan hak-hak asasi manusia, yang melipti tiga permasalahan:

1.      Hakaket dan tujuan pendidikan Islam

Ketika Allah pertama kali memperkenalkan missi manusia untuk mendiami bumi dengan menjadikan manusia sebagai khlaifah di bumi sebagai disebutkan dalam Al-Baqarah (2) : 30-34. Malaikat menduka manusia akan jadi penguasa atas manusia, sehingga akan terjadi perebutan kekuasaan dan pertumpahan darah di atas bumi ini. Sementara malaikat sendiri mengaku merekalah yang senantiasa bertasbih, memuji kebesaran dan mensucikan Allah.

Ternyata yang dikehendaki Allah dalam mengemban misi khalifah ini bukan penguasaan manusia atas manusia tetapi tugas kependidikan yang merupakan konsekuensi yang dari tanggung jawab intelektual adam ( yang telah diajarkan oleh Allah untuk menekankan kebenaran pengakuan atas kebenaran ilmiah adalah pengakuan atas kebenaran ilmiah ( kelebihan intelektualisme adam ) adalah mrupakan sikap ibadah dan pengingkaran ( iblis ) atas kebenaran ilmiah tersebut merupakan sikap aroganisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama inilah yang disebut kekafiran proses pendidikan adalah merupakan suatu proses yang mengubah dan mengangkat harkat dan martabat manusia. Dari sesamanya ( malaikat ). Logika yang dapat disimpulkan dari Albaqarah ayat 30-34 ialah  untuk menghetikan kekacauan, pertumpahan darah dan penguasaan bumi tidak hanya cukup dengan bertasbih dan menguji kebesaran tuhan apalagidengan organism dan kesombongan melainkan harus ditegakkan dengan kebenaran. Demikian pula menegakkan kebenaran tidak cukup dengan bertasbih dan memuji kebesaran tuhan, melainkan harus dengan proses pendidikan dengan member penghormatan terhadap kebenaran Ilmiah. Karena itu hakekat pendidikan Islam bukan bertujuan untuk meleburkan sifat dan potensi insani kedalam sifat potensi melainkan justru merupakan proses pemeliharaan dan penguatan sifat dan potensi insane sehingga dapat menumbuhkan kesadaran untuk menumbuhkan kebenaran.[10]

2.        Prinsip-prinsip pendidikan Islam yaitu merupakan proses kreatif dan bagaimana membentuk percaya diri pada diri sendiri serta pendidikan Islam itu juga memiliki kebebasan untuk memilih karena kebebasan syarat mutlak untuk mengembangkan fitrah manusia. Serta kemampuannya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Kebebasan bukan sesuatu yang sederhana, kebebasan mengandung resiko yang besar. Dalam Islam Allah telah mempertaruhkan tentang kebebasan, termasuk kebebasan memilih yang baik, dan yang tidak baik. Karena hanya manusia makhluk Tuhan yang berani bertaruh untuk memikul  tanggung jawab ini. Pendidikan berwawasan nilai.

3.        Metode pendidikan Islam

Metode pendidikan Islam menggunakan pendekatan pisikologik mengutamakan kehalusan budi.

 

D.    Pancasila Dalam Kacamata Islam 

 

Asal mula dan dasar pancasila, segala sesuatu yang dahulunya tidak ada lalu menjadi ada pasti mempunyai asal mula atau permulaan dan menjadikannya ada itu harus ada sebabnya, dan sebab akan menimbulkan akibat duhal ini tidak dapat dipisahkan karena saling bergantungan. Demikian halnya rumusan pancasila yang merupakan rumusan dasar filsafat Negara, dahulu tidak ada walau materi sudah ada dan sekarang rumusannya menjadi jelas termuat dalam pembukaan undang-undang Dasar 1945.[11]

Setelah membahas Sejarah dibentuknya Pancasila, maka selanjutnya akan di  paparkan bagaimana Islam menyikapi terhadap Pancasila?Oleh sebab itu untuk mencapai pembahasan yang sistematis, disini akan dibahas dengan urutan lima poin  pancasila.

1.         Ketuhanan yang maha esa

2.         Kemanusiaan yang adil dan beradab

3.         Persatuan indonesia

4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijak sanaan dalam permusyarawatan perwakilan

5.         Keadilan soaial bagi seluruh rakyat indonesia.[12]

 

E.     Umat Islam Dan Pancasila

Pemikiran Nurcholish Madjid jurnal Ngainun Naim. Secara sosiologis Nurcholish Madjid menyadari bahwa umat Islam merupakan warga mayoritas. Kesadaran ini membawa implikasi pada keteguhan pandangannya untuk merasa lebih terikat pada Islam dan umatnya, bukan pada kelembagaan umat Islam, seperti partai politik Islam atau wadah persatuan umat Islam. Dengan gagasan ini jelas terlihat komitmen Nurcholish Madjid kepada Islam, bukan kepada institusi keIslaman. Karenanya, penolakan terhadap institusi kepartaian politik Islam harus dipahami sebagai penolakan bukan karena Islamnya, tetapi penolakan terhadap pemanfaatan atas Islam untuk kepentingan pragmatis. Pemanfaatan terhadap Islam semacam itu justru menjatuhkan nilai-nilai ajaran Islam yang sebenarnya.

Indonesia telah memiliki landasan yang kuat dan kukuh bagi pengembangan toleransi beragama dan pluralisme, yaitu Pancasila.Ini sebenarnya bisa dimaknai sebagai tesis yang diajukan terhadap gejolak sosial politik di masyarakat dalam mensikapi perbedaan yang terjadi.

Pancasila merupakan adopsi paling netral terhadap keragaman dan kemajemukan di Indonesia. Menurut Madjid, Indonesia bukanlah Negara teokratis, bukan pula Negara sekuler; ia adalah Negara yang berlandaskan Pancasila. Sila-sila yang ada dalam Pancasila sekarang ini sudah sangat akomodatif dalam memahami keragaman tersebut, terutama pasal 1 yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebelumnya memang muncul usul agar menggunakan kata-kata “Ketuhanan dengan ketetapan tertentu kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya Pemahaman yang konstruktif terhadap Pancasila menunjukkan bahwa Nurcholish Madjid berusaha untuk menggali dasar-dasar inklusivitas dalam Islam. Usaha ini dalam kerangka yang lebih jauh memungkinkan umat Islam untuk sepenuh hati merangkul inklusivitas Negara Pancasila. Nurcholish Madjid telah mengajarkan untuk saling menerima dalam perbedaan. Di dalam perbedaan kita disatukan oleh nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan etis dasar yang sama, yang terumus dalam bahasa etika politik lima sila Pancasila.[13]

Sila Pertama,  Ketuhanan yang Maha Esa.  merupakan salah satu konsep tauhid atau keyakinan yang menjadi dasar pandangan  Islam. Sila yang pertama ini selaras dengan apa yang telah direkam dalam al-Quran,mengingat dalam sejarah awal turunnya al-Quran adalah tercapainya masyarakat yang TamadΓ»n  (berperadaban), dan untuk mencapai suatu masyarakat yang beradab Nabi Muhammad Saw. Pertama kali mengenalkan konsep Tauhid. Hal ini diperjelas dalam sebuah ayat (Qs. al-Baqarah; 163) :“Dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia  yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Umat Islam tidak lagi mempersoalkan Pancasila. Keselarasan Pancasila dan ajaran Islam merupakan bagian dari dinamika sejarah yang unik. Justru karena itulah penerimaan terhadap Pancasila menjadikan Indonesia mampu merawat dan mengelola kemajemukan yang ada secara baik.[14]

Sebagai suatu petunjuk bagi manusia, al-Quran menyediakan suatu dasar yang kukuh dan tak berubah bagi semua prinsip-prinsip etika dan moral yang perlu bagi kehidupan ini. Menurut Muhammad Hasad dalam buku Ahmad, al-Quran memberi suatu jawaban komprehensif untuk persoalan tingkah laku yang baik bagi manusia sebagai perorangan dan sebagai anggota masyarakat dalam rangaka menciptakan suatu kehidupan yang berimbang di dunia ini dengan tujuan terakhir kebahagian di akhirat al-Quran sendiri mengajarkan kehidupan yang baik di sini dan kini merupakan prasyarat bagi kebahagiaan hidup yang akan datang. Barang siapa yang akan buta di sini akan buta pula nanti, bahkan akan lebih sesat lagi perjalannya. Magi seorang mukmin al-Quran merupakan manifistasi terakhir dari rahmad Allah kepada manusia, disamping sebagai prinsip kearaifan yang terakhir pula. Seterusnya al-Quran memperlakukan kehidupan manusia sebagai keseluruhan yang organik; semua bagian-bagiannya haruslah dibimbing oleh petunjuk dan perintah-perintah etika dan moral yang bersumber drai wahyu terakhir itu. Memang al-Quran mengajarkan konsep kesatuan kehidupan yang padu dan logis.[15]

 

F.     Hubungan Agama Dan Negara

Manusia dalam bermasyarakat, tidak lepas dari dua bentuk persekutuan besar yang selalu menyertai kehidupan  manusia, yaitu agama dan Negara. Dua bentuk persekutuan ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam kehidupan manusia, bahkan pada saat sekarang ini mempunyai pengaruh yang kuat dalam kehidupan manusia, keduanya itu merupakan persekutuan kodrat manusia, terutama bagi Negara yang mengharuskan warga Negaranya untuk beragama, di samping menjadi warga Negara juga sebagai warga umat beragama.

Antara agama dan Negara di dalam mengatur tata kehidupan warganya merupakan cara-cara tersendiri. Namun demikian ada juga Negara yang menggunakan langsung hukum-hukum agama untuk mengatur warga Negaranya, dan ada juga Negara yang tidak menggunakan hukum agama bahkan ada juga yang menghambat adanya pertumbuhan agama.[16]

Mengapa Negara harus berdasarkan Islam? Kembali kepembicaraan tentang isu dasar Negara dalam Majelis konstituante. Sejak dari Sukarno sampai kepada Roeslan Abdulgani yang mengatakan bahwa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sumber moral dan etika dari sila-sila yang lain. Ini lah tampaknya salah satu alasan utama mengapa suatu kompromi politik tentang dasar Negara sulit sekali dicapai.

 

G.    Pendidikan Pancasila

Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya sadar dari suatu masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi selanjutnya sebagai warga masyarakat, bangsa dan Negara, secara berguna (berkaitan dengan kemampuan spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognitif dan psikomotorik) serta mampu mengantisipasi hari depan yang senatiasa berubah dan terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa dan Negara serta hubungan internasional.[17]

 

H.    Tujuan Pendidikan Pancasila

Rakyat indonesia melalui majelis perwakilannya menyatakan, bahwa pendidikan nasional yang berakal pada kebudayaan bangsa indonesia dan berdasarkan kebudayaaan bangsa indonesia, diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Pendidikan pancasaila mengarahkan perhatihan pada moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu kehidupan yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam sayarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama, prilaku yang bersifat  kemanusiaan yang adil dan beradab, prilaku kebudayaan, dan beraneka ragam kepentingan prilaku yang mendukung kerakyatan dan mengutamakan kepentingan yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan atau golongan. Dengan demikian, perbedaan pemikiran, pendapat, atau kepentingan diatasi melalui keadilan sosial bagi seluruh rakyat indoneisa.[18]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

Kesimpulan

 Dari uraian diatas penulis menyimpulkan filsafat menjadi acuan dalam sebuah melaksanakan pembangunan dan pedidikan. Ajaran filsafat yang komprehensif lah yang telah menghantarkannya menduduki status yang tinggi dalam kehidupan kebudyaan manusia, yakni sebgai ideology. Bangsa dan Negara Indonesia yang telah menyatakan bahwa ideology dan jatidiri bangsa adalah Pancasila tentulah harus merujuk segala sistem dan tatanan kehidupan bangsa kepada Pancasila. Ini telah dibuktikan dengan menuankannya dalam UUD 1945 dan secara perlahan mulai menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sumber nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia terletak pada Pancasila sila ke satu  yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang mengatur hubungan manusia dengan manusia maupun dengan sang Pencipta. Dan menjadi pedoman hidup sehari-hari.  

Hubungan antara Pancasila dan Islam sangatlah saling melengkapi. Bahkan semua yang diatur dalam Pancasila sudah tentu baik juga menurut pandangan Islam. Dikarenakan pencetusan Pancasila saat itu juga mengacu pada al-Qur’an dan Hadits Mewujudkan Negara yang Berbasis Agama dan Pancasila tidaklah sesulit yang dibayangkan sebelumnya. Kuncinya hanya terletak pada perilaku kita sebagai warga Negara yang sesuai dengan peraturan atau ideologi bangsa (Pancasila dan Islam). Dan pada pendidikan yang bermoral baik untuk generasi penerus kita.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Bakry Noor,B. (1990). Orientasi Filsafat Pancasila  Yogyakarta: Liberty

 

Chabib,T. (1996). Pendidikan Islam Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

 

Maarif, S.A. (2006). Islam Dan Pancasila Sebagai Dasar Negara, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

 

Burhanudin,s. (1998). Filsafat Pancasilaisme Jakarta: Bina Aksara

 

Syahrial,S. (2012). Pendidikan Pancasila Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Di Perguruan Tinggi  Bogor: Ghalia Indonesia

 

Sunarjo, W. (2007). Penerapan Ilmu Filsafat Dan Pancasila Dibidang Pendidikan Surakarta: Lpp Uns Dan Uns Press

 

Hartati,S. (1992). Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila Yogyakarta : Andi Offset

 

Riduwan,S. (1983). Islam Pembangunan Politik Dan Politik Pembangunan. Jakarta: pustaka panjimas

 

Suryanto,P. _____. Filsafat Pancasila Sebuah Pendekatan Sosio-Budayajakarta: pustaka  Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 

 

Ngainun,N. (2015). Islam Dan Pancasila Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid EpistemΓ©, Vol. 10, No. 2, Desember

 

Sirajudin. (2013). Jurnal, Interprestasi Pancasila Dan Islam Propisi Akuntan Indonesia, Pendidikan Pancasila, Akuntansi Multi Aradigma Vol 4 No 3



[1] Noor Bakry Orientasi Filsafat Pancasila (Yogyakarta: Liberty 1990) Hlm 51 Noor

[2] Chabib Thoha Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset 1996)   Hlm 25

[3]Ahmad Syafii MaarifIslam Dan Pancasila Sebagai Dasar Negara,( Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia 2006)Hlm 150

[4] Burhanudin Salam Filsafat Pancasilaisme (Jakarta: Bina Aksara 1988) Hlm 25-26

[5] Syahrial Syarbaini Pendidikan Pancasila Implementasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa Di Perguruan Tinggi  (Bogor: Ghalia Indonesia 2012) , Hlm 22

[6] Sunarjo Wreksosuharjo Penerapan Ilmu Filsafat Dan Pancasila Dibidang Pendidikan (Surakarta: Lpp Uns Dan Uns Press 2007) Hlm 17

[7] Bakry NoorOrientasi Filsafat...  Hlm 16

[8]Hartati Soemasdi Pemikiran Tentang Filsafat Pancasila(Yogyakarta : Andi Offset  1992)  Hlm 76

[9] RiduwanSaidi Islam Pembangunan Politik Dan Politik Pembangunan  (jakarta: pustaka panjimas 1983) Hlm 26

[10] Chabib Thoha Pendidikan Islam...Hlm 32-36

[11]Bakry NoorOrientasi Filsafat... Hlm 52

[12] Suryanto Puspowardoyo Filsafat Pancasila Sebuah Pendekatan Sosio-Budayajakarta: pustaka ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama)  Hlm 15

[13] Ngainun Naim, Islam Dan Pancasila Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid EpistemΓ©, Vol. 10, No. 2, Desember 2015 Hlm 449-450

[14]Ibid..Hlm 450

[15] Ahmad Syafii Maarif Islam Dan Pancasila ...Hlm 11

[16] Bakry Noor orientasi filsafat ...Hlm 138

[17] Jurnal Sirajudin, Interprestasi Pancasila Dan Islam Propisi Akuntan Indonesia, Pendidikan Pancasila, Akuntansi Multi Aradigma Vol 4 No 3 2013 Hlm 459

[18] Syahrial Syarbaini,Pendidikan Pancasila... Hlm 7

 


Komentar