FEATURED POST

Pendidikan Nilai dan Spritual Islam

 



Mata Kuliah                : Pendidikan Nilai dan Spritual Islam

Dosen                          : Prof. Dr. H Maragustam Siregar, MA

Konsentrasi                 : PPI-Reguler, 2017  

 

SOAL :

1.      Jelaskan peranan nilai dalam kehidupan manusia? Jelaskan pula perbedaan antara nilai dan norma? Dalam Islam ada system nilai yakni nilai sentral, nilai sekuler dan nilai operasional. Jelaskan masing-masing dan berikan contoh masing-masing!

2.      Jelaskan tantangan pendidikan nilai dan Spiritual Islam  di Indonesia lengkap dengan memberi contoh fakta  empirisnya?

3.      Jelaskan pengertian pendidikan nilai/karakter  itu? Bagaimana strategi pendidikan karakter itu (minimal anda menjelaskan Morak acting yakni pembiasaaan dan habituasi, moral knowing, moral loving and feeling,  keteladanan dan tobat yang unsurnya  takhalli, tahalli dan tajalli?

4.      Jelaskan bahwa suatu tindakan dikatakan tindakan berkarakter?

5.      Pendidikan Nilai dan spiritual apa yang paling utama di Indonesia menurut para ahli pendidikan Islam dan/atau ahli psyikologi pendidikan Islam dan/atau bimbingan konseling Islam UIN Sunan Kalijaga? Dan Mengapa nilai itu yang paling utama? Jawaban saudara harus mewawancarai para ahli (Doktor atau Profesor) pendidikan Islam dan/atau psykologi Islam dan/atau bimbingan konseling Islam? Transkrip wawancara agar dilampirkan dan divalidasi oleh yang diwawancarai.

JAWABAN..

1.      Nilai sangat berperan dalam kehidupan manusia

·      Nilai sangat berperan dalam kehidupan manusia, nilai mencakup segala sesuatu yang dianggap bermakna bagi kehidupan seseorang yang pertimbangannya didasarkan pada kualitas benar, salah, baik, buruk, atau indah tidak.[1] Perilaku manusia terkait dengan nilai, bahkan nilai menjadi aspek penting yang  dibutuhkan oleh manusia yang mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Nilai merupakan sistem merupakan himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang salaing berautan, yang berlangsung menjadi suatu keseluruhan . terkait dengan itu  nilai yang merupakan suatu norma tertentu mengatur ketertiban  kehidupan sosial. Karena manusia sebagai makhluk budaya  dan makhluk sosial, selalu membutuhkan bantuan orang lain  dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari  maka, dalam proses interaksinya harus  berpedoman pada nilai-nilai  kehidupan sosial  yang terbina dengan baik dan selaras. [2]

·      Perbedaan antara nilai dan norma yaitu: Nilai adalah perilaku yang diajarkan sejak usia dini tentang perbedaan antara benar dan salah Sedangkan Norma adalah perilaku yang diterima dalam suatu komunitas tertentu, misalnya dalam beberapa budaya menikahi sepupu dibolehkan, namun yang lainnya tidak..[3]

·      Sistem nilai dalam filsafat pendidikan islam ada tiga yakni:

pertama. Nilai sentral,yang berasal dari wilayah titik pusat nilai yang menjadi sumber pengambilan keputusan pendidikan dan lainnya. (1) tauhid Uluhiyah ialah bahwa Allah Maha Tunggal yang paling berhak di sembah, ditaati, dan dipatuhi;

(2) tauhid Rububiyah, ialah Allah yang Maha Esa itu yang menciptakan, mengatur perkara-perkaranya dan yang mendidiknya, dan

(3) tauhid al-Asma’ wa al-Sifah ialah bahwa tiap-tiap yang berlaku di alam ini bersumber dari perbuatan dan pengaturan Allah, dan kepada-Nya setiap kesudahan akhir, dan daripada-Nya pula bermula setiap sesuatu

Contoh nilai sentral kita melakukan sholat dan mentaati semua perintahnya seperti sholat, berpuasa, menutup aurat dan lainnya yang bersifat mentaati perintah Allah

Kedua. Nilai sekuler ialah nilai sebagai penafsiran nilai sentral berupa norma-norma yang berhubungan dengan tuhan , manusia dan lingkungan alam. Nilai skuler dapat dijabarkan nilai hubungan dengan Allah adalah sebagai hamba dan khalifah.  Nilai hubungan kepada manusia yakni kejujuran, amanah, menepati janji,  saling tolong menolong,  berbuat adil dan berbuat yang baik dan yang paling baik.

Contoh nilai sekuler, sebagi pemimpin harus jujur, bertanggung jawab, siap membantu masyarakat, tidak berdusta, bersikap adil tidak ada yang dibeda-bedakan, dan selalu berbuat baik dalam segala hal.

 Ketiga. Nilai operasional, yaitu nilai-nilai yang berujud dalam norma-norma  dan dari tindakan sehari-hari yang merupakan tindakan penjabaran drai nilai skuler. Yang diwujudkan dalam al-wajibat (hal-hal yang diwajibkan), al-mandubat (hal-hal yang disunatkan), Al-mahrumat (hal-hal yang diharamkan), Al-makruhat (hal-hal yang dimakruhkan), Al-jaizat (hal-hal yang diperbolehkan).[4] Contohnya hal yang diwajibkan kita melakukan sholat, hal yang disunnahkan seseorang melakukan puasa senin dan  kamis, hal yang diharamkan seseorang tidak menggunakan sesuatu yang didapat dari contohnya mencuri. Hal yang di makruhkan contohnya seperti Ketika seseorang sedang mengantuk atau menahan hajat kecil dan besar, makruh ia mengerjakan shalat. Begitu juga memakai kaos kaki ketat yang dapat menekan kaki di dalam shalat adalah makruh.

2.      pendidikan nilai dan Spiritual Islam di Indonesia beserta contoh fakta  empirisnya

Kondisi soaial yang tidak menguntungkan bagi pengukiran nilai-nilai spiritual keagamaan bagi peserta didik, salah satunya karena pengaruh negative dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang transformasi dan informasi yang menggelobal.Akibat positif dari berbagi media ini, khusunya televise dan internet ialah dapat dijadiakan alat yang sangat ampuh untuk menanmkan nilai-nilai positif termasuk nilai-nilai spiritual keagamaan kepada peserta didik.Sedangkan dampak negative dari perkemabnagn media antar lain: Pertama. Dapat merusak tatanan nilai-nilai spiritual keagamaan karena jiwa seseorang dipengaruhi dan dikontrol pola piker seseorang oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Karenanya nilai-nilai agama ditinggalkan, terpisah dari kehidupan, urusan pribadi, urusan akherat, dan membebaskan manusia dari tuhan.Sebagian besar pegangan hidup atau pedoman hidup manusia sekarang ini termasuk pendidikan adalah pilsafat pragmatisme.Inti dari pilsafat pragmatisme adalah nilai-nilai kegunaan praktislah sebagi kriteria kebenaran.Apa saja dapat dialkukan guru asalakan berguna dalam kehidupan praktis. Penyontekan masal, penggantian rapor demi lulus ujian nasional. Penarikan dana dari peserta didik agar lulus ujian nasional adalah contoh kongkritnya. Kedua. Kecenderungan modernisme untuk massifikasi, penyeragaman manusia untuk kerangka teknis, system industri yang menempatkan semua orang sebagi mesin, sekularisme yang  berarti tidak diakui adanya lagi ruang napas untuk yang ilahi atau dimensi religious dalam kehidupan kta. Persoalannya menjadi lebih kompleks karena banyak penawaran menyangkut norma dan nilai jika seseorang keliru memilihnya ia akan keliru pada penalaran humanistic-liberal yang terlampau jauh, sehingga orientasi spiritual transendental terbabat habis dan diganti budaya materialistic dan hedonis.[5]

Dilihat dari sudut berkembangnya nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat modern industrial ini, maka ada dua tantangan poko yang akan dihadapi oleh pendidikan Islam. Pertama.Lembaga-lembaga pendidikan formal agama seperti madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah, madrasah Aliyah dalam bentuknya yang sekarang ini akan semakin kehilangan daya tarik bagi masyarakat. Kedua. Pendidikan agama disekolah-sekolah umum akan semakin kurang diminati oleh pelajar/mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh pandangan anak didik bahwa sukses dimata pelajaran agama tidaka akan ikut menentukan karir pendidikan adan kehidupan selanjutnya di masa depan.[6]

 

3.      Pendidikan karakter

·      Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga membentuk menjadi manusia insan kami.[7] Sedangkan menurut Maragustam Pendidikan karakter adalah mengukir nilai-niali ke dalam diri peserta didik melalui pendidikan, endapan pengalaman, pembiasaan, aturan, rekayasa lingkungan, dan pengorbanan dipadukan dengan nilai-nilai intrinsik yang sudah ada pada diri peserta didik, sebagai landasan dalam berpikir dan bersikap dan prilaku secara sadar dan bebas.[8]

·      Strategi pendidikan karakter berdasarkan beberapa moral yaitu: moral akting, pembiasaan atau habituasi, moral knowing, moral loving dan feeling. Keteladanan dan tobat yang berunsurkan takhalli, tahalli tajalli. Pendidikan karakter tersebut adalah sebuah lingkaran yang utuh yang dapat diajarkan secara berturutan atau tidak berturutan. Sesuatu suatu tindakan barulah dapat menghasilakn manusia berkarakter berikut ini dilakukan secara utuh dan terus menerus beberapa hukum ini adalah:

            Habituasi (Kebiasaan), kebiasaan adalah yang memberi sifat dan jalan yang tertentu dalam pemikiran, keyakinan, dan percakapan; kemudian jika ia telah tercetak  dalam sifat ini seseorang sangat suka kepada penkerjaanya kecuali merubahnya dengan kesukaran.  Menurut Ahmad Amin dalam Maragustam kebiasaan baru dapat menjadi karakter jika seseorang senang atau ada keinginan kepada sesuatu yang dibiasakan dan diterimanya keinginan itu,  dan diulang-ulang keinginan dan penerimaan itu secukupnya. Moral knowing Mempelajarkan hal-hal yang baik yang dilakukan seseorang atau hal-hal yang baik yang belum dilakukan, harus diberi pemahaman dan pengetahuan tentang  nilai-nilai manfaat, rasionalis dan akibat  dari nilai baik yang dilakukan. Dengan demikian, seseorang  mencoba, mengetahui, memahami, mennyadari, dan berpikir logis tentang arti dari  suatu niali-nilai dan prilaku yang baik, kemudian mendalaminya dan menjiwainya. prilaku berkarakter mendasarkan diri pada tindakan sadar si subjek bebas memilih melakukan atau tidak, dan berpengetahuan yang cukup tentang apa yang dilakukan dan dikatakannya. Tanpa ada pemahaman dan pengertian, kesadaran kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakan berkarakter.[9]  Moral feeling dan Moral  loving : merasakan dan mencintai yang biak. Lahirnya moral loving   berawal dari mendset pola pikir yang positif  terhadap nilai-nilai kebaikan akan merasakan manfaat dari prilaku baik itu. Jika seseorang telah merasakan nilai manfaat dari melakukan hal yang baik yang akan melahirkan rasa cinta dan sayang . Dengan rasa cinta dalam melakukan kebaiakan, seseorang akan menikmati dan nyaman dalam posisi itu. Dari berpikir dan pengetahuan yang baik secara sadar  lalu akan mempengaruhi dan akan menumbuhkan rasa cinta dan sayang. Perasaan cinta terhadap kebaikan akan menjadi power  dan engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat baik  bahkan melebihi dari sekedar kewajiban  sekalipun harus berkorban baik jiwa dan harta.

            Moral Acting  (tindakan yang baiak) adalah melalui pembiasaan, kemudian berpikir berpengetahuan tentang kebaiikan, berlanjut merasa cinta kebaikan itu dan lalu tindakan pengalam kebaikan, yang pada akhirnya membentuk karakter. Tindakan kebaikan yang dilandasi oleh pengetahuan, kesadaran,kebebasan, dan kecintaan akan membentuk endapan pengalaman. Dari endapan itu akan terpatri dalam akal bawah sadar dan seterusnya menjadi karakter. Semakin diulangi hal yang baik maka semakin kuat akarnya dalam jiwa dengan catatan tindakan yang baik itu diikuti dengan senang hati. Apabila suatu tindakan tidak diikuti dengan kesenangan hati,  maka tindakan itu tidak akan mengantar menjadi karakter. [10]

Selain moral Acting Kemudian (moral model) Keteladanan setiap orang butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Fitrah manusia pada dasarnya ingin mencontoh. Salah satu makna hakiki dari terma tarbiyah adalah  mencontoh atau imitasi. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling dekat dengan diri kita. Orang tua, karib kerabat, pemimpin masyarakat dan siapa pun yang sering berhubungan dengan seseorang terutama idolanya, adalah menentukan proses pembentukan karakter  atau tuna karakter. Jika lingkungan sosial berprilaku jujur, amanah, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan budi luhur agama dan bangsa maka seseorang akan seperti itu. [11]

Selanjutnya adalah Tobat pada hakikatnya ialah kembalai kepada Allah setelah setelah melakukan kesalahan. Tobat Nasuha adalah bertobat dari dosa atau kesalahan yang diperbuatnya saat ini  dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukanya dimasa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa mendatang serta bertekad berbuat kebajikan dimasa yang akan datang. Rosullah pernah ditanya oleh sahabat  tentang apakah penyesalan itu taubat? “Ya” kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah ). Amr bin Ala pernah mengatakan: “taubat Nasuha adalah apabila kamu membenci perbuatan dosa  sebagaimana kamu pernah mencintainy”  Allah mencintai yang tobat dan tazkiyatu nufus  (mensucikan dirinya).

Dalam taubat terdapat jenjangnya yakni takhalli, tahalli dan tajalli. Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat bathin.[12] Maksiat bathin itu adalah pembangkit maksiat lahir dan selalu menimbulkan kejahatan-kejahatan baru yang diperbuat oleh anggota badan manusia. Dan kedua maksiat itulah yang mengotori jiwa manusia setiap waktu dan kesempatan yang diperbuat oleh diri sendiri tanpa disadari. Semua itu merupakan hijab atau dinding yang membatasi diri dengan Tuhan.[13]

Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat sifat tercela, dari maksiat lahir dan maksiat bathin.[14] Dengan kesadaran yang mendalam dari pelaku tobat, akan menanggung segala yang terjadi dari tindakan tobatnya, seperti menghilangkan rasa malu untuk minta maaf, mengembalikan hak-hak Allah dan manusia yang dirampas dan lain-lain. [15] Masiat lahir, melahirkan kejahatan kejahatan yang merusak seseorang dan mengacaukan masyarakat. Adapun maksiat bathin lebih berbahaya lagi, karena tidak kelihatan dan biasanya kurang disadari dan sukar dihilangkan. Maksiat bathin itu adalah pembangkit maksiat lahir dan selalu menimbulkan kejahatan kejahatan baru yang diperbuat oleh anggota badan manusia. Dan kedua maksiat itulah yang mengotori jiwa manusia setiap waktu dan kesempatan yang diperbuat oleh diri sendiri tanpa disadari. Semua itu merupakan hijab atau dinding yang membatasi diri dengan Tuhan.[16] Tahalli adalah upaya menghiasi diri dengan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak akhlak tercela. Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat luar maupun yang bersifat dalam. Kewajiban yang bersifat luar adalah kewajiban yang bersifat formal, seperti sholat, puasa, dan haji. Adapun kewajiban yang bersifat dalam, contohnya yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan kepada Tuhan.  Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sikap mental yang buruk dapat dilalui (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus ketahap berikutnya yang disebut tahalli. Sebab apabila satu kebiasaan telah dilepaskan tetapi tidak ada penggantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan frustasi. Oleh karena itu, ketika kebiasaan lama ditinggalkan harus segala di isi kebiasaan baru yang baik.[17] Tajalli.. ajalli ialah hilangnya hijab dari sifat sifat kebasyariyyahan (kemanusiaan), jelasnya nur yang sebelumnya ghaib, dan fananya segala sesuatu ketika tampaknya wajah Allah. Kata tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib.[18]

4.      Suatu tindakan baru lah dapat menghasilkan manusia berkarakter, apabila menerapkan tujuh rukun pendidikan berkarakter berikut ini dilakukan secara utuh  dan terus menerus ketuh rukum berikut adalah,

a.       Habituasi (pembiasaan), dan pembudayaan yang baik. adalah yang memberi sifat dan jalan yang tertentu dalam pemikiran, keyakinan, dan percakapan; kemudian jika ia telah tercetak  dalam sifat ini seseorang sangat suka kepada penkerjaanya kecuali merubahnya dengan kesukaran.

b.      Rukun kedua mempelajari hal-hal yang baik (moral knowing). kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan seseorang atau hal-hal yang baik yang belum dilakukan, harus diberi pemahaman dan pengetahuan tentang  nilai-nilai manfaat, rasionalis dan akibat  dari nilai baik yang dilakukan.

c.       Rukun ketiga moral loving dan moral feeling: merasa dan mencintai hal yang biak. Lahirnya moral loving   berawal dari mendset pola pikir yang positif  terhadap nilai-nilai kebaikan akan merasakan manfaat dari prilaku baik itu. Dengan rasa cinta dalam melakukan kebaiakan, seseorang akan menikmati dan nyaman dalam posisi itu. Dari berpikir dan pengetahuan yang baik secara sadar  lalu akan mempengaruhi dan akan menumbuhkan rasa cinta dan sayang.

d.      Rukun yang keempat yaitu moral Acting (tindakan yang baik). melalui pembiasaan, kemudian berpikir berpengetahuan tentang kebaiikan, berlanjut merasa cinta kebaikan itu dan lalu tindakan pengalam kebaikan, yang pada akhirnya membentuk karakter.

e.       Rukun kelima keteladanan, (moral model) dari lingkungan sekitar. setiap orang butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Fitrah manusia pada dasarnya ingin mencontoh. Salah satu makna hakiki dari terma tarbiyah adalah  mencontoh atau imitasi. Keteladanan yang paling berpengaruh adalah yang paling dekat dengan diri kita. Orang tua, karib kerabat, pemimpin masyarakat dan siapa pun yang sering berhubungan dengan seseorang terutama idolanya, adalah menentukan proses pembentukan karakter  atau tuna karakter.

f.       Rukun yang keenam tobat (kembali) kepada Allah setelah melakukan kesalahan Karena karakter sendiri ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari orang lain. Tobat pada hakikatnya ialah kembalai kepada Allah setelah setelah melakukan kesalahan. Tobat Nasuha adalah bertobat dari dosa/kesalahan yang diperbuatnya saat ini  dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukanya dimasa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa mendatang serta bertekad berbuat kebajikan dimasa yang akan datang. Dalam tobat ingatlah pikiran, perasaan, dan hati nurani, secara total digunakan untuk menangkap makna dalam niat yang dilakukan selama ini, menemukan hubungan dengan tuhanya, dan kesiapan menanggung  konsekuensinya dari tindkan tobatnya.[19]

 

5....

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar pustaka

 

Manan Imran,  Pendidikan adalah enkulturasi, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989.

Jalaludin Dan Abdullah Ida Filsafat Pendidikan Manusia,  Filsapat Dan Pendidikan  Yogyakarta: Ar Ruzz Media 2012

 

Setiadi, Elly M, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta:Kencana Prenada Media Grop, 2006

 

Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014

 

Mughni Syafiq A., Nilai-Nilai Islam Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001

 

Muslich Masnur Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidemensional Jakarta: Bumi Aksara 2011

 

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

 

Zahri Mustafa, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: Bina Ilmu, 1973

 

Asmaran As., Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996

 

Munir Amin Samsul, MA. Ilmu Tasawuf, Jakarta: Hamzah, 2012



[1]  Imran Manan,  Pendidikan adalah enkulturasi, ( Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989). hlm. 19

[2] Jalaludin Dan Abdullah Ida Filsafat Pendidikan Manusia,  Filsapat Dan Pendidikan  Yogyakarta: Ar Ruzz Media 2012  Hlm 135

[3]   Setiadi, Elly M, dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, ( Jakarta:Kencana Prenada Media Grop, 2006), hlm. 35.

[4] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2014), Hlm 56-57

[5] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam.....Hlm.2-4.

[6] Syafiq A.Mughni, Nilai-Nilai Islam Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 290-291.

[7] Masnur Muslich Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidemensional (Jakarta: Bumi Aksara 2011) Hlm 84

[8] Maragustam Filsafat Pendidikan Islam ...Hlm 245

[9] Maragustam  Filsafat Pendidikan... Hlm 264

[10]  Ibid.....Hlm 269

[11] Ibid...Hlm 269

[12] Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal 66.

[13] Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1973), hal 74-75.

[14]  Asmaran As., Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), Hal 66.

[15]  Maragustam  filsafat pendidikan... Hlm 271-272

[16] Mustafa Zahri., Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1973), Hal 74-75

[17] Samsul Munir Amin, MA. Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Hamzah, 2012), Hal 215

[18] Asmaran As., Pengantar ....Hal 71

[19] Maragustam Filsafat Pendidikan Hlm 244-271

Komentar