- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
FEATURED POST
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Baca juga : Artikel update hari ini
Menurut Risna Amalia (2019) ,pada dasarnya setiap orang pernah memiliki pemikiran yang
negatif. Dari 84% orang normal melaporkan pernah
memiliki pemikiran-pemikiran yang terus berulang dan mengganggu. Orang akan
mudah memunculkan pemikiran-pemikiran yang negatif dan perilaku - perilaku yang
kaku dan berulang ketika mereka mengalami stress.
Baca juga :
Tips Mengatasi Pikiran Irasional
Baca juga :
Tips Mengatasi Omongan Orang Lain
Baca juga :
Terapi Self Love (Mengatasi Trauma di Masa Lalu)
Yang membedakan dengan orang yang mengalami gangguan obsesif kompulsif adalah bahwa orang-orang yang normal akan mampu menghentikan pemikiran-pemikiran negatif tersebut sehingga tidak sampai mengganggu dirinya 🙄
Sedangkan penderita gangguan obsesif kompulsif tidaklah demikian 🤔.
Individu yang memiliki perilaku obsesif kompulsif dengan pola keragu-raguan membutuhkan waktu yang lama hingga berjam-jam untuk memeriksa segala sesuatunya sebelum melanjutkan aktivitas selanjutnya.
Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam memulai aktivitas.
PENGERTIAN GANGGUAN
Menurut Thomas & Robert (2013), gangguan kepribadian obsesif kompulsif didefinisikan berdasarkan pola pervasif keteraturan, kesempurnaan dan kontrol mental, serta interpersonal, dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi.
Para penderita gangguan ini menetapkan standar ambisius untuk kinerja mereka sendiri, yang seringkali terlalu tinggi untuk dicapai. Dengan kata lain, mereka begitu mengabdikan diri pada pekerjaan sehingga mengabaikan teman-teman, anggota keluarga dan kegiatan waktu luang.
Baca juga :
Baca juga :
Terapi Psikologi Untuk Mengubah Perilaku
Baca juga :
GEJALA
Untuk diagnosis paling sedikit dibutuhkan 3 dari:
a. Perasaan
ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan.
b. Preokupasi
pada hal-hal yang rinci, peraturan, daftar, urutan, organisasi atau jadwal.
c. Perfeksionis
yang mempengaruhi penyelesaian tugas.
d. Ketelitian
yang berlebihan, terlalu hati-hati dan keterikatan yang tidak semestinya pada
produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan interpersonal.
e. Keterpakuan
dan keerikatan pada kebiasaan sosial.
f. Kaku dan keras kepala.
g. Pemaksaan
yang tak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan
sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang lain
mengerjakan sesuatu.
h. Mencampuradukkan
pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan.
Sumber : (Rujukan ringkas dari PPDGJ-III)
Baca juga :
Teknik Psikologi untuk merubah segala sesuatu Lebih Bermakna
Baca juga :
Teknik Terapi Psikologi Transpersonal
Baca juga :
Baca juga :
terapi CBT ( Cognitive Behavioral Therapy)
Baca juga :
cara menjadi pendengar yang baik
Menurut Wang (Dalam Lia Syafaatul & Hamidah, 2017) yaitu
klik di sini. Faktor
yang dianggap memiliki peran penting berkembangnya obsessive
compulsive disorder adalah keluarga, seperti konflik keluarga,
perlakuan keluarga yang tidak menyenangkan atau tidak pantas.
Baca juga :
Menjawab : mengapa orang mudah baper dan sensitif 🤔
Baca juga :
Mengatasi omongan orang lain dengan Cognitive Behaviour Model
Baca juga :
Baca juga :
Rahasia bangkit dan Luar Biasa setelah mengalami bullying
Baca juga :
Dengarkan Inner Child-mu sosok kecil-mu
MACAM INTERVENSI OBSESSIVE COMPULSIVE DISORDER
Terapi yang dapat digunakan pada gangguan kepribadian obsessive compulsive disorder, dapat berupa terapi psikoterapi. Tidak seperti pasien dengan gangguan kepribadian lainnya, orang-orang dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif sering menyadari penderitaan mereka dan mereka mencari pengobatan sendiri. Pasien dengan gangguan kepribadian obsessive compulsive disorder bisa sangat menghargai terapi asosiasi bebas. Terapi kelompok dan terapi perilaku kadang-kadang memberikan keuntungan tertentu. Pasien juga dapat menerima manfaat langsung untuk perubahan dalam terapi kelompok, sesuatu yang kurang sering mungkin terjadi dalam psikoterapi individu. Dan terapi farmakologi bisa berupa Clonazepam atau Clomipramine (Harold Kaplan dkk, 2010).
Selain itu, teknik CBT pun bisa dipergunakan untuk intervensi gangguan kepribadian obsessive compulsive disorder.
Klik di sini untuk lebih memahami step by step nya.
Jenis intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cognitive behavior therapy.
Teknik cognitive behavior therapy diharapkan subjek mampu mengubah pemikiran tidak rasional yang dimilikinya dan perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang.
Cognitive behavior therapy bertujuan untuk menentang pikiran
dan emosi yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan
keyakinan tentang masalah yang dihadapi.
Teknik intervensi ini mampu membantu subjek
untuk menurunkan perilaku obsesif kompulsif. Gejala yang ditampakkan oleh
subjek adalah gelisah, marah, kurang mampu mengendalikan emosi, memiliki
pemikiran yang tidak rasional, melakukan suatu kegiatan secara berulang-ulang
dengan waktu yang lama.
Mekanisme dari proses intervensi cognitive behavior therapy ini sebenarnya sama dengan mekanisme intervensi cognitive behavior therapy yang lain, yaitu berorientasi pada perubahan pemikiran yang tidak rasional dan perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang. Cognitive behavior therapy timbul sebagai reaksi terhadap pendekatan perilaku yang meminimalkan atau bahkan mengingkari pentingnya pikiran dalam mendorong suatu perubahan.
Tujuan cognitive behavior therapy adalah untuk mengajak klien menentang pikiran dan emosi yang salah dengan
menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang
masalah yang dihadapi. Terapis diharapkan mampu menolong klien untuk mencari
keyakinan yang sifatnya dogmatis dalam diri klien dan secara kuat mencoba
menguranginya.
Sumber :
Amalia, Risna. (2019). Cognitive Behaviour Therapy Untuk Menurunkan Perilaku Obsesif Kompulsif Pada Remaja Seminar Nasional Multidisiplin. 192 - 200.
Harold I Kaplan, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. (2010). Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa Aksara
Oltmanns
F Thomas dan Emery Robert (2013) Psikologi Abnormal , Yogyakarta, Pustaka
Pelajar.
Rusdi
Maslim. (2001). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
Syafaatul, Lia dan Hamidah. (2017). Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Obsessive Compulsive Disorder Pada Remaja Putri Dengan Kecenderungan Body Dysmorphic Disorder. Vol 6, 71-80.
Dan sumber di link link yang ditampilkan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar