FEATURED POST

STUDI RESEARCH DALAM JURNAL (CONTOH UAS)

 



Home : Artikel update di Psikologi Kampus

Haii sahabat psikologi kampus..

Bagaimana kabarnya hari ini, kali ini admin psikologi kampus ada permintaan nih dari sahabat psikologi kampus untuk share ilmu mengenai tugas Ujian Akhir Semesternya kali ini..

Nah, di sini teman teman bisa melihat dan memahami makna dari contoh yang admin share kali ini...

Untuk teman teman yang mempunyai kasus serupa dan ingin belajar lebih dalam bisa belajar di sini..


Baca juga : 

Keaslian Penelitian Daya Tarik Dosen


Oya, admin tidak menjamin seratus persen kebenaran jawaban yaa.. Berdasarkan pemahaman admin aja nih, admin bantu teman teman untuk lebih memahami beberapa hal berikut ini.. 

Semoga postingan kali ini bermanfaat yaa.. Ehmm teman teman bisa looh request ke admin untuk posting hal apa saja terkait psikologi dan kampus, tentang tips sukses skripsi dan tesis dan lain sebagainya..

Semoga menginspirasi yaa..

Jangan lupa selalu berdoa dan belajar..

Yuk, simak hal hal berikut ini :


Baca juga : Rahasia jurnal diterima Dosen


1. Contoh skema desain studi research dalam suatu jurnal 👉 

Nih, admin kasih contohnya langsung nih dari admin nih biar lebih memahami..teman teman siapkan dulu contoh jurnal milik teman teman.. 

LIHAT PADA BAGIAN METODE pada jurnal tersebut, karena penelitian dan sistematika penulisan jurnal berbeda beda..intinya teman teman lihat pada bagian metode, lalu lihat tabel atau bagan desain studi research.

Contoh, perhatikan baik baik :


Judul penelitian peneliti : 

Efektivitas Terapi Empati Untuk Menurunkan Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar.. Nah, pada bagian metode lihatlah..


Desain Eksperimen 👉

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kelompok (one group pre-test-post test design). Menurut Prasetyo dan Jannah (2012) one-group pre-test-post test design yaitu satu kelompok eksperimen diukur variabel tergantungnya (pre-test) kemudian diberikan stimulus dan diukur kembali menggunakan (post-test) tanpa ada kelompok pembanding. Desain eksperimen yang digunakan oleh peneliti yaitu:


Peneliti akan menggunakan satu kelompok dalam penelitian eksperimen yaitu kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen diberikan pre-test sesuai dengan karakteristik yang memiliki kecenderungan sebagai pelaku bullying dengan hasil skor menengah ke atas kemudian diberikan perlakuan (treatment) yaitu terapi empati kemudian dilaksanakan post-test dan diakhiri dengan Post test2 sebagai follow-up.


Baca juga : Peneliti kuantitatif wajib baca !!


2. Variable penelitian dalam research tersebut yang berpotensi menjadi confounding adalah perilaku bullying..

Yuk pahami dulu lagi 👉

Tadi judulnya adalah : Efektivitas Terapi Empati Untuk Menurunkan Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar.

Hayoo ada berapa variabel ? Adaaaaaa.. Dua yaitu variabel bebas dan variabel tergantung (terikat). Variabel bebas yaitu Terapi Empati dan Variabel tergantung (terikat) yaitu perilaku bullying.. Nah, kenapa admin mengatakan bahwa perilaku bullying memiliki potensi menjadi confounding.. Apa sih confounding ?

Menentukan confounding dalam suatu penelitian membutuhkan pemahaman mengenai potensial muncul dengan cara menganalisanya.. Hal ini dikarenakan memahami confounding dalam penelitian dapat mencegahnya dari bias penelitian.. Penelitian apapun bentuknya dapat berpotensi menghadirkan bias penelitian loh gaeeesss karena sebaik apapun  metode tetep bisa berpotensi melakukan eror.. 

Lanjut nih, fokus lagi pada variabel mana yang berpontensi menjadi confounding menurut admin adalah variabel tergantung yaitu perilaku bullying..mengapa demikian????????


Baca juga : Pahami Fenomena & Research GAP


Menurut admin aja nih ya, semoga memudahkan 👉




Berikut alasannya 👉 dari sisi pemilihan subjek penelitian, dari sisi desain eksperimennya. Nah, dari sisi pemilihan subjek penelitian adalah pelaku bullying yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Bagaimana peneliti meminimalisir biasnya, peneliti meminimalisirnya dengan cara melibatkan rater atau biasa yang disebut sebagai inter rater reliability..nah, peneliti melibatkan pengamat usia dewasa dalam pemilihan subjek penelitian untuk pelaku bullying.. Secara kognitif, anak usia sekolah dasar dalam mengisi alat ukur pasti kan ada potensi mengisi asal asalan, sesuai mood dan terkadang hanya mencontek temannya, hal ini dapat menjadikan bias penelitian bagi penelitian peneliti. Oleh karena itu, peneliti menggunakan inter rater reliability atau rater seperti wali kelas, orangtua, guru olahraga, guru agama untuk mengisi alat ukur penelitian. Alat ukur penelitian ini untuk menyeleksi bakal calon subjek penelitian dalam penelitian desai eksperimental yang dilakukan oleh peneliti. 

Nah, itu dari sisi pemilihan subjek penelitian.. Yang selanjutnya menurut admin nih, dari sisi desain eksperimennya..menurut admin sih kurang jos gitu karena tidak ada kelompok pembanding jadi peneliti hanya menggunakan satu kelompok saja..jika peneliti menggunakan kelompok pembanding maka akan lebih mantap lagi kan penelitiannya.. Namun, ada baiknya loh gaeees untuk lebih tahu seberapa efektif terhadap perilaku bullying tersebut..peneliti melakukan dua kali post test.. Ini akan memperlihatkan bahwa terapi empatinya efeknya lama mempengaruhi perilaku bullying.. Seperti itu..


Nah, kunci supaya variabel penelitian dalam research tidak berkecenderungan menjadi confounding maka yang harus dilakukan peneliti adalah memahami betul variabel yang ditelitinya.. 

Intinya adalah untuk menanggulangi bias akibat confounding, dapat ditempuh beberapa cara yaitu seperti yang sudah admin jelaskan tersebut. 


Baca juga : Skripsi hanya 6 bulan !!


3. Variable lain yang berpotensi sebagai variable confounding yang belum diidentifikasi oleh peneliti dalam penelitian yang berjudul Efektivitas Terapi Empati Untuk Menurunkan Perilaku Bullying pada Anak Usia Sekolah Dasar yaitu bystander yaitu orang orang yang melihat perilaku bullying karena memiliki potensi melakukan bullying juga meskipun secara hasil alat ukur masih tergolong rendah atau sedang golongannya. Selain itu, dapat dilihat dari perbedaan jenis kelamin, faktor latar belakang ekonomi keluarga, faktor pola pengasuhan orangtua dan lain sebagainya yang dilihat dari sisi orang yang melakukan perilaku bullying.


4. Contoh causalitas hubungan antar variable dalam penelitian tersebut.

Penjelasannya adalah 👉

Ketika pelaku bullying melakukan perilaku bullying, pelaku bullying mengungkapkan bahwa pelaku sebenarnya memiliki perasaan kasihan ketika melihat korbannya menangis atau panik namun karena lebih banyak merasakan perasaan senang dan puas ketika melakukan perilaku bullying maka pelaku secara berulang melakukan perilaku bullying tersebut pada waktu dan kesempatan yang berbeda. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang pelaku bullying khususnya anak-anak yang melakukan perilaku bullying. Peneliti menggunakan terapi empati sebagai upaya kuratif  perilaku bullying pada tahap perkembangan usia anak – anak. (Sari,dkk, 2015).


Sumber referensi 👉

Sari H.N, Dkk. (2015). Pelatihan Meningkatkan Empati Melalui Psikoedukasi Kepada Pelaku Bullying Sebagai Upaya Untuk Mengurangi Bullying Di Sekolah Menengah Pertama. Jurnal Magister Psikologi Profesi, Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, 1-16



Nah, semoga bermanfaat yaa.. Share ya teman teman..






Komentar